Cerita sebelumnya klik di sini.
Iva sulit menyesuaikan diri dengan ibu tirinya, Mami Ti. Adiknya, Eli suka pada Mami Ti. Kakaknya, yang tinggal dengan Oma ternyata juga sering kesepian. Oma menasihati agar Iva bersikap terbuka. Kalau hubungan Iva dan ibu tirinya baik. Doni bisa kembali ke rumah dan mereka jadi keluarga yang harmonis seperti dulu ketika Mama masih hidup.
***
Sore hari Iva pulang dengan senang. Di rumah ia bercerita pada Eli tentang keadaan di rumah Oma.
"Oh. kapan Mas Doni kembali ke sini?" tanya Eli senang.
"Belum tahu. Doakan saja supaya cepat terlaksana!" jawab Iva.
Ketika membuat PR, Iva bersenandung. Sudah lama ia tidak menyanyi, tapi hari ini rasanya senang betul. Mami Ti mendekatinya dengan membawa bungkusan.
"Iva, ini ada dua potong kain. Mami Ti akan buatkan baju untuk Iva. Apakah Iva suka motif dan warnanya? Mau dibuat model apa?" tanya Mami Ti sambil memperlihatkan kain itu.
Iva berpikir sejenak. la ingat pesan Oma, harus bersikap terbuka. Jadi Iva menjawab, "Yang berbunga-bunga kecil biru itu Iva suka. Tapi yang kotak-kotak Iva tak mau."
"Baiklah. Nanti kita cari model untuk yang ini. Yang lain bisa disimpan. Mungkin ada langganan yang mau beli!" kata Mami Ti.
"Mami Ti, terima kasih!" kata Iva sambil tersenyum. Mami Ti juga tersenyum. Oh, bersikap terbuka ternyata sangat menyenangkan.
Hari demi hari berlalu dan suasana menjadi lebih menyenangkan. Iva katakan terus terang makanan yang disukainya dan tidak disukainya. Oma juga sudah datang dan bercerita panjang lebar pada Mami Ti. Kadang-kadang Mami Ti membuatkan puding kesukaan keluarga atau masakan kesukaan Iva dan Eli. Hari Minggu Doni datang dan main catur dengan Papa.
Dua minggu kemudian, tiba-tiba Iva teringat sesuatu. Besok hari ulang tahun mama Iva. Iva merasa sedih. Dia ingat sebelum Mama meninggal mereka merayakan ulang tahun Mama di restoran. Iva, Eli dan Doni iuran dan membelikan keranjang pasar plastik untuk Mama. Mereka bungkus baik-baik dengan kertas kado dan disembunyikan di rumah kawan Doni, karena kalau disimpan di rumah pasti ketahuan. Tapi, sekarang Mama tidak ada.
Besok, hari Sabtu. Sepulang sekolah Iva akan minta Mami Ti mengantarkannya ke kuburan Mama di Pondok Kelapa. Iva mau menaburkan bunga.
Jadi, hari Sabtu Iva bangun pagi-pagi dan memberitahukan maksudnya pada Mami Ti, yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
Mami Ti berpikir sejenak, kemudian berkata, "Iva, bagaimana kalau besok saja? Hari ini ada dua baju yang mesti Mami Ti selesaikan. Orangnya mau ambil siang atau sore dan memakainya untuk pesta nanti malam. Besok kita pergi sama-sama dengan Papa naik mobil. Kita jemput Doni juga."
"Tapi, Iva mau pergi hari ini. Mama, kan, ulang tahunnya hari ini, bukan besok!" Iva ngotot. "Maaf, Iva. Mami Ti benar-benar tidak bisa pergi hari ini!" kata Mami Ti tegas.
Iva sangat kecewa. la masuk ke kamarnya dan menangis. Lalu ia membuka tabungannya. Ada Rp 4.500. Cukup untuk ongkos bus dan beli sedikit bunga. la belum pernah pergi ke kuburan naik bus. Tapi ia tahu harus naik bus tiga kali dan ia bisa tanya orang.
Sepulang sekolah ia tidak pulang ke rumah, bahkan ia tidak minta izin pada Mami Ti. Kalau minta izin, pasti tidak boleh. Jadi dengan membawa tas sekolah ia pergi ke kuburan Mama.
Perjalanan cukup jauh, satu setengah jam. Tapi Iva puas. Iva menaburkan bunga dan duduk di rumput di bawah pohon. Untung kuburan Mama letaknya di tepi dan dekat pohon pelindung, sehingga Iva tidak kepanasan. Iva merasa lapar dan haus, tapi ditahannya saja. Ia takut uangnya tidak cukup untuk ongkos pulang nanti.
Iva melamun. Dibayangkannya kalau Mama masih ada, tentu mereka merayakan ulang tahun Mama. Ternyata Mami Ti tidak sebaik yang Iva duga. Masak dia tidak tahu bahwa pergi ke kuburan pada waktu ulang tahun Mama adalah hal yang sangat penting bagi Iva?
Tak jauh dari situ, ada seorang perempuan tua juga sedang berkunjung ke kuburan. la menyuruh seorang penjaga menyabit rumput. Setelah rapi, ia menaburkan bunga dan mendekati Iva.
"Kuburan siapa, Nak? Kamu sendiri ke sini?" tanyanya.
"Ya, Oma. Ini kuburan mama Iva. Sudah dua tahun Mama meninggal. Oma menengok kuburan siapa?" tanya Iva.
"Kuburan teman. Panggil saja saya Oma Lusi," jawab si oma yang mirip dengan oma Iva yang gemuk pendek.
"Kuburan teman?" Iva menegaskan. Oma Lusi duduk dekat Iva, lalu berkata, "Ya, teman, atau lebih tepat disebut sahabat. Namanya Ana. Dulu Oma menikah dengan duda beranak empat. Oma sulit menghadapi anak-anak itu, karena mereka tidak menerima Oma. Rasanya Oma putus asa. Tapi Ana selalu mendorong Oma untuk menerima kenyataan dan terus berusaha mendekati anak-anak itu. Karena dorongannya Oma bertahan. Akhirnya semua berjalan baik dan sekarang keempat anak itu sudah dewasa. Ada yang jadi dokter, insinyur, notaris, dan ahli pertamanan."
Iva terdiam. Sekarang dia bisa memahami kesulitan seorang ibu tiri. Lalu Iva bercerita tentang keluarganya.
"Memang perlu waktu untuk saling memahami. Tapi tindakanmu kali ini keliru. Kamu akan membuat orang di rumah bingung karena pergi tanpa pamit."
Oma Lusi menanyakan alamat rumahnya. Lalu mengajak Iva pulang. Mereka akan naik bus bersama karena arahnya sama. Tiba-tiba Iva terkejut. Seorang perempuan langsing turun dari taksi. Mami Ti datang. Setengah berlari ia menuju ke arah Iva. Setelah tiba di sana ia memeluk Iva.
"Oh, syukurlah Iva selamat. Mami Ti sangat cemas. Tadi Mami Ti bergegas menyelesaikan jahitan, lalu menunggu Iva pulang. Mami Ti mau mengantar Iva ke kuburan Mama, tapi Iva tidak muncul-muncul!"
Mata Iva berlinang. Tak disangkanya Mami Ti begitu memperhatikannya. Sesungguhnya Iva juga harus memahami kesibukan Mami Ti. Dan ia juga bersalah karena pergi tanpa pamit.
"Mami Ti, maafkan Iva. Iva menyusahkan," kata Iva.
"Sudah, jangan diingat lagi. Maafkan juga Mami Ti karena tidak mengantar Iva," kata Mami Ti.
Oma Lusi juga pamit. Mereka bertiga melangkah ke luar kompleks kuburan. Dalam hati Iva berjanji untuk lebih memahami maminya. Ternyata Mami Ti adalah ibu tiri yang baik. Iva juga akan minta Doni agar selekasnya berkumpul kembali. Perut Iva sangat lapar, dan Iva berharap mereka lekas tibadi rumah.
TAMAT
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna
Bertemu Karakter Favorit di Doraemon Jolly Town MARGOCITY, Apa Saja Keseruannya?
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR