"Kamu, kok, mau tahu saja?" elak Nek Buyut.
"Tentu saja, Nek Buyut. Kan, Bayu mau jadi wartawan. Perlu cari tahu hal-hal yang menarik. Kan, aneh, ada orang yang mau kirim uang terus, padahal yang menerima sudah tidak mau!" jawab Bayu.
Wajah Nek Buyut berseri-seri mendengar keterangan Bayu. Matanya memancarkan kekaguman yang tulus. "Lho, cicitku ini sudah besar, ya. Rasanya baru kemarin jadi bayi yang digendong-gendong. Kok, tahu-tahu sudah bisa ke kantor pos, sudah punya cita-cita jadi wartawan. Kamu pintar, seperti Kakek buyutmu!" puji Nek Buyut.
"Kalau sudah besar, boleh dong melihat isi lemari ukir di kamar Nek Buyut!" pinta Bayu. "Apa, sih, isinya, Nek Buyut? Sejak dulu Bayu ingin sekali melihatnya!"
"Oh itu. Lemari ukir itu berisi barang-barang peninggalan Kek Buyut. Sekarang kamu sudah besar sudah bisa mengerti tentang nilai-nilai kehidupan. Jadi kamu boleh melihatnya!" kata Nek Buyut.
Bayu senang sekali. Akhirnya tercapai juga keinginannya. Dia mengikuti dengan hati berdebar-debar ketika Nek Buyut membuka kunci pintu kamar dan melangkah masuk. Di sudut kamar berdiri dengan anggun lemari ukir itu. Lemari itu kelihatan kuno, mengandung misteri tetapi bersih. Rupanya Nek Buyut merawat lemari tua itu dengan baik.
Ketika lemari bagian bawah dibuka, tampak setumpuk pakaian pria, buku-buku Bahasa Belanda, piagam-piagam yang dibingkai dan dua buah piala. Bau kamper tercium ketika lemari dibuka.
"Piala apa itu, Nek?" tanya Bayu. "Dan piagam apa yang dibingkai itu?"
"Itu piala Kejuaraan Balap Sepeda. Dulu Kakek buyutmu juara balap sepeda di kotanya dan juga di provinsi. Piagam-piagam itu adalah ijazah Kek Buyut. Ada ijazah sekolah guru, walaupun akhirnya Kek Buyut jadi pedagang tembakau. Ada juga ijazah, apa itu namanya.... Oh ya, tata buku!" Nek Buyut menjelaskan.
"Tapi semua tak ada artinya lagi sekarang. Orangnya sudah meninggal dan dilupakan. Ijazah itu juga tidak ada gunanya selain untuk disimpan di lemari!" sambung Nek Buyut.
Bayu merinding. Baru sekarang dia menyadari bahwa prestasi-prestasi semacam itu tidak kekal, hanya sementara saja. "Jadi tak ada gunanya menyombongkan diri bila orang berhasil mencapai sesuatu," pikir Bayu.
Kemudian Nek Buyut membuka laci yang di tengah. Ada batu-batu cincin, alat-alat pertukangan, beberapa pipa dan surat-surat serta pajangan porselain. Di tengah-tengah disandarkan foto pengantin Kek Buyut dan foto Kek Buyut dengan seorang pria.
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR