Gugi, seekor gajah kecil, sedang termenung di tepi jalan. Sudah berminggu-minggu ia ingin mempunyai bayi, tetapi sampai sekarang belum berhasil.
"Aduuuh, bagaimana, sih, caranya?" tanyanya dalam hati.
Ketika ia sedang merenung sambil merem, datanglah seekor kodok menghampirinya. "Mengapa kamu merem di pinggir jalan begini?" tanyanya heran.
"Ha?!" jawab Gugi terkejut sambil membuka matanya. "Siapa yang bicara padaku tadi?"
"Saya!" jawab sang kodok sambil mendekat.
"Uuh! kecil amat, sih, kamu!" tutur Gugi heran.
"Di kampung saya, badan sebesar ini sudah lumayan gede, Io. Tubuh bangsa kodok, kan, memang kecil seperti ini.”
Gugi maklum.
"Ya, biarlah. Kecil-kecil juga bisa dijadikan teman. Mungkin dia bisa menolongku," gumamnya dalam hati.
"Hai kodok, kamu tahu nggak bagaimana caranya mendapat bayi?" tanya Gugi.
"Aku tidak tahu. Tapi, tadi aku melihat Bu Heni, si ayam betina, sedang bertelur. Pasti sebentar lagi dia akan punya anak."
"Kita ke sana, yuk! Aku ingin tahu bagaimana caranya Bu Heni bisa punya anak." ajak Gugi.
"Ayo! Tetapi kita tidak boleh ribut. Soalnya, ayam yang sedang mengerami telur suka mengamuk kalau diganggu," kata kodok.
Gugi berjalan di belakang sang kodok. Kakinya yang besar dan berat menggetarkan tanah. Sampai-sampai si kodok meloncat ke samping karena takut terseruduk dari belakang.
"Kamu di depan saja, Jah!" teriak kodok di tengah deru derap kaki gajah yang berat itu.
"Begini, deh. Kamu duduk di ubun-ubun saya saja," usulnya sambil mengangkat dan menaruh sang kodok di atas kepalanya.
"Wow, tinggi amat!" teriak si kodok.
Tak berapa lama kemudian mereka tiba di halaman rumah Pak Tani. Dari kejauhan, mereka melihat Bu Heni sedang berada di dalam kandangnya. Ayam betina itu sedang duduk di atas tumpukan jerami.
"Ssst, lihat tuh, Jah! Bu Heni sedang bertelur. Kalau mau coba, kamu juga bisa duduk di tumpukan jerami ini," kata si kodok sambil menunjuk ke tumpukan jerami yang ada di dekat mereka berdiri.
"Barangkali kamu bisa bertelur dan telurmu bisa menetas menjadi anak gajah," ujar si kodok lagi.
"Sampai kapan aku harus duduk begini?" tanya Gugi.
"Ya, lihat saja bu Heni. Kalau dia sudah selesai mengerami telur-telurnya, kamu pun bisa meninggalkan tempat ini bersama anak-anakmu," kata kodok.
Gugi menuruti nasihat si kodok. Dalam angan-angannya ia merasa akan menduduki beberapa butir telur gajah.
"Nah, aku pulang dulu, ya. Kamu bisa melihat Bu Heni dari sini, kan?" ujar si kodok lagi.
Setelah 21 hari, Gugi melihat telur-telur Bu Heni sudah menetas. Anaknya ada lima ekor.
"Wah, berarti telur-telurku juga sudah menetas, dong!" pikir Gugi.
Tetapi, betapa kecewanya Gugi ketika memeriksa jerami yang didudukinya. Tak ada sebutir telur pun yang muncul dari tubuhnya. Apalagi seekor bayi gajah! Gugi jadi merasa letiiih sekali.
"Bagaimana?" tanya sang kodok yang tiba-tiba sudah ada di dekatnya.
Gugi menggelengkan kepalanya. "Gagal!" jawabnya.
"Aneh, ya?" tanya sang kodok agak heran.
"Kok Bu Heni bisa, sih?"
Gugi mengangguk. "Ya, tetapi cara seperti ini hanya cocok untuk bangsa ayam. Aku, kan, tidak bisa bertelur seperti ayam."
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Ani
Penglihatan Mulai Buram? Ini 3 Hal yang Bisa Jadi Penyebab Mata Minus pada Anak-Anak
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR