Dipinggir jalan seroja, tepatnya di depan Sekolah Alia, terdapat sepasang suami istri yang berjualan roti kismis. Ia berjualan sejak pagi sampai sore hari. Senyum mereka tak pernah berhenti untuk menyapa para pembeli bahkan setiap orang yang lewat di pinggir jalan. Sepasang suami istri itu tidak punya toko. Mereka berjualan dengan menggunakan gerobak dorong sederhana. Berapapun uang kita, pasti diberikan potongan roti untuk dimakan.
Setiap sore, seorang kakek lewat dengan membawa uang seribu rupiah untuk ditukarkan dengan irisan roti. “Untuk cucu saya,” kata kakek itu. Ia terlihat lelah selepas bekerja. Sepasang suami istri itu akan memberikan sebungkus roti kismis yang sebenarnya seharga Rp 10.000. Bukan karena kasihan, tetapi menurut sang istri, kakek ini adalah kakek yang begitu baik pada cucunya, jadi roti kismis bukanlah hadiah yang seberapa.
Setiap sore hal itu terulang. Uang kakek itu diterima dan ditempatkan dalam sebuah kotak besi berbeda. Bertahun-tahun hal itu terjadi. Biasanya, sepasang suami istri itu membelikan baju koko dan sembako untuk lebaran pada kakek menggunakan uang seribuan yang diberikan setiap hari.
Sebentar lagi Idul Fitri tiba. Sepasang suami istri itu sudah membeli baju koko dan sembako untuk kakek. Namun, sudah tiga hari ini kakek tak pernah datang lagi. Suami istri itupun khawatir dengan kondisi sang kakek.
“Kemana kakek ya Pak? Kita juga tak tahu dimana rumahnya,” kata Sang Istri.
“Bapak juga tidak tahu Bu. Kakek tidak pernah mau menyebutkan rumahnya,” kata suami.
Merekapun menyimpang baju koko tersebut dan sembakonya diberikan kepada panti asuhan.
Itu adalah lebaran pertama kakek tak datang lagi. Sampai lebarang 6 kali berikutnya kakek juga tak datang lagi. Berlanjut hingga belasan tahun kemudian, kakek tak pernah datang lagi. Sepasang suami istri itupun lupa dengan kakek.
Penjual roti kismis itu semakin tua, tetapi belum dikaruniai anak. Hal itu membuat mereka begitu menyayangi setiap anak yang ada di sekeliling. Tanpa disangka, sang suami mengalami sakit keras dan harus dioperasi saat itu juga. Mereka hanya tinggal berdua, sehingga istri harus menjaga suami dan tak bisa lagi berjualan. Uang tabungan selama bertahun-tahunpun ternyata tak cukup membayar biaya pengobatan suami.
“Ibu, Bapk harus segera dioperasi yah. Silahkan urus administrasinya dulu di depan,” kata Dokter Wita.
“Pak dokter, saya tidak punya cukup uang. Sudah lama tidak jualan. Apakah boleh saya tunggak dulu sembari mengumpulkan uang,” tanya si Istri.
“Memangnya Ibu berjualan apa?” tanya dokter.
“Saya dan Bapak berjualan roti kismis. Kami suka memasak roti dan kami menjualnya. Tapi… sejak Bapak sakit, kami tak bisa berjualan. Uang tabungan tak cukup lagi,” kata sang istri sambil menangis.
Contoh Bentuk Kesenian Tradisional di Indonesia, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR