Hujan turun dengan deras di Negeri Dongeng . Sungai di depan sekolah penuh air. Arusnya pun kelihatan deras. Jembatan penyeberangan hanyut terbawa arus.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
"Wah, bagaimana cara kami pulang?" ujar kurcaci-kurcaci yang tinggal di seberang sungai. Hujan telah berhenti. Namun mereka tetap tak bisa menyeberang.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
"Nirmala , sulaplah sesuatu agar mereka bisa menyeberang!" bisik Oki di telinga Nirmala. Pak Guru mendengarnya. "Boleh menyulap. Tapi bahannya harus dari kertas!" ujar Pak Guru.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
Para kurcaci keheranan mendengarnya. Namun Nirmala mengerti. Pak Guru ingin mereka belajar sesuatu. "Nir, sulap saja sehelai kertas ini menjadi jembatan!" seru Oki.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
Nirmala segera mengayunkan tongkatnya, "Sim salabim!" Wow, kertas itu menjadi besar sekali. Terbentang dari satu sisi sungai ke sisi lainnya. "Ayo, menyeberanglah!" teriak Oki.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
Namun, baru beberapa langkah... BYUURR!! Ow, kertas besar itu tak kuat menahan tubuh mereka. "Hahaha..., makanya cari akal dulu!" tawa Pak Guru melihat murid-muridnya.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
Nirmala mencari akal. Ah, ia tahu. Nirmala melipat sehelai kertas menjadi seperti kipas. Lalu mengayunkan tongkat wasiatnya, "Sim salabim!" Aha! Kertas berlipat-lipat itu menjadi jembatan.
KUSSUSANI
Jembatan Kertas
"Nah, sekarang kalian bisa menyeberang. Kertas yang dilipat-lipat memang lebih kuat! Nirmala pandai!" puji Pak Guru. Naah, para kurcaci kini dapat menyeberang dengan aman. (cerita : Vanda Parengkuan/Ilustrasi: Iwan Darmawan).
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
PROMOTED CONTENT
REKOMENDASI HARI INI
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
KOMENTAR