Kiria memandang berkeliling. Sekolah itu sangat indah dan mewah. Berupa sebuah bangunan bertingkat lima belas yang full AC, lengkap dengan deretan lift serta dua pasang tangga jalan. Luna baru saja melangkah keluar dari kamar mandi.
“Sekolah ini aneh!” begitu komentarnya. “Mewah luar biasa, tapi kamar mandinya penuh sesak! Mau pakai toilet saja antre gila-gilaan.”
“Bella!” tiba-tiba terdengar seruan.
Kiria, Luna, dan Ota serentak menoleh. Seorang anak perempuan berambut ikal panjang memanggil seorang anak perempuan berambut pendek dan berkacamata.
“Kita mau pergi makan di mal, nih! Ikut, yuk!”
“Huuh, ngapain ngajak Bella? Dia kan anak pingit! Ibunya tiap hari masak di kantin, mana boleh dia pergi makan di tempat lain!” sahut anak perempuan lain.
“Iyaaa! Bella kan setiap saat setiap waktu harus bareng ibunya sekarang,” timpal seorang gadis lain lagi.
Bella menunduk dengan wajah keruh. Dengan langkah kaki yang tampak gusar ia melangkah pergi.
Luna mengamati gadis-gadis itu. Mereka semua memakai baju seragam. Namun, tidak seperti baju seragam sekolah dasar pada umumnya. Mereka mengenakan rok lipit manis berwarna ungu muda, kemeja warna putih berpita besar di bagian leher, dan blazer warna ungu muda dengan lencana keperakan di dada.
“Seragamnya lebih mirip pegawai hotel, ya?” bisik Kiria takjub.
“Tapi gadis bernama Bella itu kelihatan lain,” gumam Luna.
“Lain gimana, Kak?” Ota ikut campur sambil menatap Bella.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR