Mia menghampiri Oma dan Nini. Ia mencium kedua tangan neneknya. Oma mencium kedua pipi Mia. Nini pun mencium kedua pipi Mia dengan hangat.
"Sekarang ganti baju dulu, lalu kita makan sama-sama," senyum Mama.
"Cepat, ya. Oma sudah tak sabar dengan masakan mamamu," tawa Oma pada Mia.
Mia berlari ke kamarnya dan terduduk sedih. Semua rencana untuk menyambut kedatangan Oma jadi berantakan karena kedatangan Nini. Mia membanding-bandingkan Oma dan Nini.
Mia merasa lebih senang bertemu Oma daripada Nini. Oma sangat pandai berbahasa Inggris dan Belanda. Oma sangat pandai berhitung dan mendongeng. Dulu, Oma bekerja sebagai dosen di sebuah universitas. Mia sangat senang jika Oma datang, karena ia bisa bertanya tentang pelajaran sekolah. Sedangkan Nini? Mia mengingat-ingat kelebihan Nini. Lalu Mia menggeleng. Ia hanya tahu bahwa Nini tidak banyak bicara jika bertemu dengannya.
Malam harinya Mia tidur sekamar dengan Oma dan Nini. Sebenarnya Mia lebih senang jika ia bisa sekamar hanya dengan Oma. Namun jika ia mengatakan yang sejujurnya, tentu akan menyakiti perasaan Nini.
"Kamu tak ada PR?" Oma duduk di samping Mia yang sedang membaca buku pelajaran.
"Tidak," geleng Mia.
Biasanya jika ada Oma, Mia cerewet sekali. Ia selalu bertanya banyak hal pada Oma. Namun kali ini Mia lebih banyak diam.
"Makan malam telah siap." Mama muncul di pintu dengan senyum manis.
"Ayo, Oma sudah tak sabar dengan masakan mamamu," Oma menepuk pipi Mia. "Kita makan dulu. Setelah itu kita berbagi cerita. Setuju?" Oma memandang Mia sambil tersenyum jenaka.
Mia tertawa melihat gaya kocak Oma. Lalu ia keluar kamar bergandengan tangan dengan Oma. Di meja makan, Papa dan Nini sudah menunggu.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR