Kedua mata si kembar Oka dan Oki terbelalak lebar. Di dekat tempat pembuangan sampah mereka melihat sebuah gulungan uang yang diikat karet.
"Wah, rezeki!" seru Oka. Diambilnya uang temuan itu.
"Pasti pemiliknya sedih kehilangan uangnya," ujar Oki.
"Kalau ada uang di jalan raya berarti uang tidak bertuan. Siapa yang menemukan, dia pemiliknya," kata Oka.
"Mungkin pemiliknya masih mencari-cari. Kan, kasihan," Oki menyela.
"Sebaiknya kita bagi dua saja uang temuan ini," usul Oka. Ia mulai menghitung uang temuan itu. Semuanya ada dua puluh tiga ribu rupiah.
"Kita tunggu dulu sampai besok. Jika tidak ada orang yang kehilangan uang itu, baru kita bagi." Oki menyarankan pada saudara kembarnya.
"Ah, terlalu lama." Oka membagi uang temuan itu masing-masing menjadi sebelas ribu lima ratus rupiah.
Bukan Oki tidak mau mendapatkan uang temuan itu. Apalagi ia sangat butuh uang tambahan untuk membeli topi seperti kepunyaan Ipal. Hanya saja Oki merasa kasihan jika si pemilik uang itu sangat membutuhkan uangnya yang hilang.
"Ini bagianmu." Oka menyodorkan sebagian uang temuan itu pada Oki.
"Aku mau tunggu sampai besok saja," kata Oki.
"Ya, sudah." Oka mengikat uang temuan itu seperti semula, lalu memasukkannya ke dalam tas sekolah.
Keduanya melanjutkan langkah menuju rumah. Tiba di rumah, suasana begitu sepi. Ibu tentu belum kembali dari kantor. Tapi, ke mana Bik Supi?
Ketika Oka dan Oki membuka tudung saji penutup makanan, keduanya hanya mendapati nasi tanpa lauk-pauk dan sayur seperti biasanya. Aneh, mengapa sesiang ini Bik Supi belum masak?
Tiba-tiba terdengar suara orang menangis. Suara tangisan itu berasal dari dapur. Keduanya kaget melihat Bik Supi menangis.
"Ada apa, Bik?" tanya Oka.
"Bik Supi, kok belum masak?" tanya Oki. Ditanya seperti itu Bik Supi semakin menangis. Oka dan Oki bingung melihatnya.
"Bik Supi, sakit ,ya?" Bik Supi menggeleng. "Uang belanja Bibik hilang."
Oka dan Oki berpandangan.
“Tadi Bibik pergi ke pasar, sampai di sana uang itu tidak ada," jelas Bik Supi.
"Coba, deh, Bik Supi ingat-ingat. Sebelum pergi ke pasar, mungkin Bik Supi pergi ke tempat lain?"
"Bibik sempat buang sampah dulu di ujung jalan sana," cerita Bik Supi.
"Berapa uangnya, Bik?"
"Dua puluh tiga ribu. Uang itu Bibik ikat pakai karet. Bibik tidak punya uang untuk menggantikannya. Bibik takut dimarahi Ibu."
Oka dan Oki teringat uang yang mereka temukan di dekat tempat pembuangan sampah di ujung jalan. Uang itu diikat karet dan jumlahnya dua puluh tiga ribu rupiah. Sama persis seperti yang diceritakan Bik Supi.
Oka berlari ke kamarnya dan kembali dengan membawa uang temuan. “Tadi aku dan Oki lewat ujung jalan dekat tempat pembuangan sampah. Kami menemukan uang ini di sana."
Bik Supi tersenyum cerah melihat uang yang disodorkan Oka. Uang itu diikat karet dan jumlahnya dua puluh tiga ribu rupiah.
"Mungkin itu uang Bik Supi yang hilang," kata Oki.
"Oh, syukurlah uang ini ketemu," kata Bik Supi sangat lega.
"Sekarang Bibi pergi belanja dulu. Kalian pasti sudah lapar." Cepat-cepat Bik Supi pergi ke pasar.
Oka dan Oki tersenyum. Uang temuan itu ternyata masih bertuan!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pupuy Hurriah.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR