Pangeran Genta dari Negeri Tirtasa sangat menyukai keindahan tanaman. Dia memiliki kebun yang terawat dengan koleksi tanaman lengkap. Ada bunga-bunga aneka rupa, juga tanaman hias yang langka. Hobi Pangeran Genta itu membuat kakak-kakaknya seringkali mencibirnya.
"Seorang pangeran tak pantas memelihara bunga. Seharusnya kau memelihara kuda!" sindir Pangeran Barawa, kakak pertama.
"Perang hanya dimenangkan dengan menghunus pedang. Eh, kau bukannya berlatih pedang malah lebih suka merawat tanaman!" sahut Pangeran Daraja, kakak kedua.
"Huh, seperti perempuan saja!" gumam Pangeran Adiga mencemooh.
Pangeran Genta diam saja. Sejak kecil kakak-kakaknya memang suka mengejeknya. Tapi apa salahnya memelihara tanaman? Bukankah istana menjadi lebih teduh dan indah karenanya? Lagi pula Pangeran Genta merasa hatinya lebih damai saat merawat tanaman dari pada belajar bertarung di alun-alun istana. Mungkin karena itulah Pangeran Genta lebih suka bercakap-cakap dengan tanamannya, terutama dengan bunga lonceng kesayangannya. Bunga itu ditaruh di pinggir jendela kamarnya. Warna ungunya yang cerah tampak berkilau ditimpa sinar matahari.
Tapi tentu saja tak pernah ada yang mendengar percakapan mereka. Percakapan itu hanya bisa diketahui Pangeran Genta dan tumbuhan lainnya.
Suatu hari pasukan Kerajaan Dunggala menyerang Negeri Tirtasa. Raja Dunggala memiliki tongkat sakti yang bisa menyulap seluruh pasukan Negeri Tirtasa agar tertidur pulas. Akhirnya perang dimenangkan Kerajaan Dunggala. Seluruh anggota keluarga Kerajaan Tirtasa menjadi tawanan. Baginda Raja, ayahanda Pangeran Genta jatuh sakit dalam kurungan bawah tanah. Pangeran Genta dan kakak-kakaknya merasa sedih, mereka tak dapat berbuat apa-apa.
Dalam kedukaannya, Pangeran Genta berbicara pada lumut yang tumbuh di dinding ruang bawah tanah yang lembab itu.
"Tolonglah kami supaya dapat keluar dari penjara ini!"
"Sabarlah Pangeran, akan kusebarkan berita ini pada kawan-kawan!"
Lumut yang tumbuh menyebar hingga ke luar tembok penjara menyebarkan berita itu pada rerumputan yang tumbuh liar. Berita segera menyebar melewati alun-alun menuju kebun istana. Kemudian berita menjalar ke kamar Pangeran Genta lewat tanaman merambat yang tumbuh di dindingnya.
Bunga Lonceng amat sedih mendengarnya. Pantas saja Pangeran Genta tak pernah lagi menyirami tubuhnya yang mulai layu. Bunga Lonceng memikirkan suatu rencana. Dia harus menyelamatkan Pangeran Genta beserta anggota kerajaan lainnya!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR