Ketika malam semakin larut, Opo Dawi teringat akan janjinya. la segera pamit kepada Datu Lutang.
“Ah, lupakanlah janji itu! Menginaplah di istanaku!” ucap Datu Lutang.
“Ya... lupakan saja janji dengan tukang-tukang kayu itu. Lebih nikmat tidur di istana. Lagi pula, makanan di meja masih banyak! Nyam, nyam,” sambung Kune sambil menggigit paha ayam cakar.
“Maafkan hamba, Datu! Hamba sebenarnya ingin sekali menginap di istana yang megah ini. Namun, hamba tidak biasa mengingkari janji,” ucap Opo Dawi.
Malam itu, Opo Dawi menginap di rumah tukang kayu. Keesokan harinya, ketika bangun tidur, Opo Dawi sangat terkejut!
“Selamat pagi, Opo Dawi! Hari ini, Opo diundang Datu ke istana. Opo Dawi akan dinobatkan menjadi Penasihat Datu di depan rakyat!” ucap tukang kayu.
“Lo, kau tahu dari mana? Mengapa kau memakai pakaian prajurit?” tanya Opo Dawi bingung.
Tukang kayu itu tersenyum. Lalu ia menjelaskan bahwa semua itu adalah siasat Datu Lutang. Datu menyuruh para pengawalnya menyamar menjadi perampok dan tukang kayu. Semua itu untuk menguji Opo Dawi dan Kune.
Ketika mendengar keputusan Datu Lutang, Kune kembali protes. “Tidak adil! Aku tidak kalah pandai dengan Opo Dawi. Mengapa ia yang dipilih?”
Datu Lutang lalu menjelaskan dengan bijaksana.
“Kune, kau memang pandai. Namun, Opo Dawi tidak hanya pandai. la juga bijaksana. la tidak serakah, tahu berterima kasih, dan selalu menepati janji. Itu sebabnya aku dan rakyat memilih Opo Dawi. la pasti akan menjadi penasihat yang baik!”
Mendengar ucapan Datu Lutang, Kune tertunduk malu. Ia kini mengerti, mengapa rakyat dan Datu Lutang lebih menyukai Opo Dawi . Ternyata “pintar” saja tidak cukup. Supaya disukai orang, ia tidak boleh serakah. la harus tahu berterima kasih dan menepati janji.
Di dalam hati, Kune berjanji akan memperbaiki kelakuannya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vanda Parengkuan.
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR