Hari ini, 8 September diperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Sejarahnya dimulai pada 8 September 1965. Saat itu, seluruh negara yang menjadi anggota UNESCO (lembaga PBB bidang Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan) bertekad untuk memerangi buta aksara di seluruh dunia.
Memperingati Hari Aksara Internasional, yuk, kita mengenal cara sastrawan zaman dahulu menuliskan karya-karyanya. Mereka menorehkan huruf-huruf pada daun lontar.
Daun Lontar
Daun lontar adalah daun yang diambil dari pohon lontar. Pohon lontar adalah anggota keluarga palma. Jadi, masih bersaudara dengan pohon kelapa. Berbeda dengan daun kelapa yang menyirip, daun lontar yang lebarnya 5-7 cm, berkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat, serupa kipas bundar. Diameternya bisa mencapai hingga 1,5 meter. Daun inilah yang digunakan sebagai “kertas” untuk menulis.
Mengolah Daun Lontar jadi “Kertas”
Sebelum menjadi media untuk menulis, daun lontar harus diolah dulu. Ada banyak tahapan untuk mengolahnya dan perlu waktu berbulan-bulan. Ini tahapan-tahapannya.
Daun lontar dikeringkan sampai warnanya putih. Lalu, dipotong-potong dan dikupas lidinya. Potongan daun lontar direndam dengan air yang diganti setiap 3 hari sekali, sampai air rendaman bersih. Selanjutnya daun lontar direbus dalam air rempah-rempah dengan api kecil selama 6 jam. Tujuannya untuk mengawetkan dan memberi warna. Daun lontar lalu diangkat dan dikeringkan, kemudian dilayukan. Setelah itu dipress selama 3-4 bulan, agar rata.
Daun lontar yang sudah rata dijepit dengan papan. Umumnya ukuran papannya 3,5,x 30 cm. Kemudian daun lontar dipotong sesuai ukuran papan. Setelah itu diamplas bagian tepinya supaya halus. Daun lontar dilubangi sebanyak 3 buah berjajar memanjang. Lalu diberi garis agar nantinya dapat “ditulisi” dengan rapi. Nah, sekarang daun lontar siap ditulisi.
Katanya “kertas” daun lontar ini bisa bertahan selama 100-150 tahun.
Menulis di Daun Lontar
Menulis di daun lontar biasanya dilakukan di atas meja dengan menggunakan pengrupak. Pengrupak adalah sebuah pisau kecil.
Saat menulis, pengrupak tidak bergeser. Yang bergeser daun lontarnya. Tangan kirilah yang tugasnya menggeser daun lontar ke kiri. Jadi seakan-akan menulis di atas daun lontar itu menggunakan dua tangan.
Setelah selesai ditulisi, goresan-goresan itu dihitamkan agar mudah dibaca. Bahan yang dipakai adalah buah kemiri yang dibakar sampai berwarna hitam. Buah kemiri ini kemudian digosok-gosokan pada daun lontar. Buah kemiri ini mengandung minyak. Nah, minyak kemiri itu akan keluar dengan sendirinya dan masuk pada dalam goresan-goresan itu. Untuk membantu agar minyak cepat masuk ke dalam goresan, daun lontar diurut dengan ibu jari tangan.
Kemudian daun lontar dilap beberapa kali hingga bersih. Sebelum disimpan, daun lontar dijemur dulu agar minyak mengering dan tidak menyebabkan berjamur.
Penulis | : | Aan Madrus |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR