Di antara banyaknya suku di tanah air, ada satu suku yang punya satu tradisi unik, yaitu merantau. Merantau atau bepergian sudah menjadi hal yang biasa bagi suku Bawean. Tak heran, sampai saat ini, suku Bawean tak hanya ada di Indonesia. Mereka tersebar di berbagai negara.
Asal-usul Suku Bawean
Kata bawean berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350 ada sekelompok pelaut dari kerajaan Majapahit terjebak badai di laut Jawa. Hempasan ombak serta badai yang begitu kuat, membuat mereka terdampar di suatu pulau, tepat pada saat matahari terbit. Pulau itu pun diberi nama Pulau Bawean. Dalam kitab Negarakertagama, Pulau Bawean disebut juga sebagai Pulau Buwun.
Pulau Bawean sendiri terletak di Laut Jawa, tepatnya sebelah utara Gresik. Sehingga, sejak tahun 1974 pulau ini termasuk dalam wilayah kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pulau ini terdiri dari dua kecamatan, yaitu Sangkapura dan Tambak.
Berbeda dengan Bahasa Madura
Sebelumnya, banyak yang menganggap suku Bawean menggunakan bahasa Madura, padahal suku ini berkomunikasi dengan bahasa Bawean asli. Sebab, sebenarnya masyarakat Madura sendiri juga merupakan pendatang di kepulauan Bawean.
Merantau
Merantau dilakukan dari ratusan tahun lalu oleh masyarakat Bawean. Biasanya mereka merantau ke Bandar Malaka. Pada abad ke-15 dan 16, Bandar Malaka menjadi pusat perdagangan. Salah satu tujuan mereka merantau adalah untuk memperbaiki ekonomi atau menambah penghasilan untuk hidup.
Hingga kini, masyarakat Bawean tersebar di berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Australia, dan beberapa negara lainnya. Tradisi merantau inilah yang membuat mereka dapat tinggal dan menetap di negara lain, meskipun jauh dari kampung halamannya.
Penulis | : | Eka Kartika |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR