“Baiklah,” kata burung pertama, “Musim semi sebentar lagi tiba. Apa kita mau melihat bagaimana dia mencuci wajahnya?”
"Tentu saja aku mau,” jawab burung kedua.
Leopold sangat gembira mendengar percakapan itu. Ia segera mengikuti burung-burung itu yang terbang ke sebuah mata air. Ia berusaha untuk tidak tertidur agar bisa terus mengikuti burung-burung itu. Ia sangat lelah karena tak punya sayap untuk terus mengikuti kedua burung itu. Siang malam ia terus berjalan tanpa istirahat.
Akhirnya, pada saat kedua burung itu beristirahat di pohon, Leopold pun beristirahat. Ia tertidur nyenyak karena sangat lelah. Ketika fajar menyingsing, Leopold terbangun dan melihat ke atas pohon. Ia sangat lega saat melihat kedua burung itu pun masih tidur dengan kepala di bawah sayap mereka.
Leopold segera makan dan menunggu kedua burung itu terbang lagi. Namun mereka tidak meninggalkan pohon sepanjang hari. Mereka melompat dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari makanan. Ketika malam tiba, mereka kembali ke pohon yang sama untuk tidur lagi.
Keesokan harinya, hal yang sama terjadi. Namun pada pagi ketiga, burung pertama berkata kepada yang lain, “Hari ini, musim semi telah datang. Kita harus melihat Magia membasuh wajahnya.”
Mereka tinggal di pohon sampai siang. Kemudian mereka terbang menjauh menuju ke selatan. Jantung Leopold berdegup kencang saat mengikuti burung-burung itu. Ia terus melihat ke atas, melihat ke arah mana burung-burung itu terbang. Saat hampir kehabisan napas, Leopold melihat burung-burung itu terbang ke arah sebuah tempat terbuka kecil di hutan. Kedua burung itu lalu bertengger di puncak sebuah pohon.
Di tempat itu, Leopold melihat ada kolam mata air yang jernih. la duduk di kaki pohon tempat burung-burung itu bertengger, dan mendengarkan dengan saksama percakapan mereka.
“Itu dia kolam mata air ajaib,” kata burung pertama. “Matahari belum terbenam. Kita harus menunggu sebentar sampai bulan muncul. Magia akan datang ke kolam mata air ajaib itu. Apa menurutmu dia akan melihat pemuda yang duduk di bawah pohon itu?"
"Sudah pasti Magia bisa melihat pemuda itu,” kata burung yang satunya. “Apakah pemuda itu kurang cerdas? Dia menyia-nyiakan jerih payahnya kalau Magia melihatnya!”
“Kita tunggu saja…” kata burung pertama.
Cahaya senja akhirnya semakin pudar. Bulan purnama pun bersinar di atas hutan. Leopold tiba-tiba mendengar bunyi gemeresik kecil.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR