Ia menurut dan masuk kamar. Satu per satu barang ia masukkan ke dalam tas dengan perasaan yang sedih sekali. Ira juga membawa hadiah untuk Rara. Ia yakin akan bertemu Rara lagi.
Malam itu rasanya dikejar-kejar waktu, Setalah merapikan semua barang, Bapak, Ibu, dan Ira langsung masuk mobil.
“Pak, kita akan pergi ke mana?” tanya Ira.
Bapak tak langsung menjawab. Ibu pun sama.
“Yang penting kita turun ke kota dulu, ya, Ra,” jawab Ibu.
Ira menatap nanar, melewati jalanan yang selama ini menemani hidupnya. Sampai di dua pohon bunga matahari, tempatnya dan Rara berbagi cerita.
“Pak, Rara bagaimana Pak? Rara gimana?” tiba-tiba Ira teringat sahabatnya ini.
Ibu memandang lama pada Bapak. Akhirnya Bapak mengarahkan mobil ke rumah Rara. Jalanan yang sempit membuat mereka butuh waktu cukup lama.
Sampai di depan rumah Rara, tak ada satupun orang. Rumah sudah digembok dari luar. Ira hanya menatap sedih pada rumah itu. Tak ada Rara.
“Ayo kita masuk mobil lagi, kulkul (kentongan) sudah berbunyi terus, kita harus segera menjauh,” kata Bapak.
Dengan berat hati, Ira naik ke mobil. Ia tak menyangka akan berpisah dengan sahabatnya seperti ini. Ia tak tahu Rara ke mana. Tak bisa menghubungi juga karena tak satupun keluarga Rara memiliki ponsel.
“Pak, kita akan ke mana?” tanya Ira lagi.
“Kita akan ke rumah Bik Putu di Denpasar,” jawab Bapak.
Hati Ira rasanya sedih sekali. Apakah ia bisa bertemu Rara di Denpasar? Hal yang Ira ingat adalah Denpasar cukup jauh dari tempatnya tinggal saat ini. Namun, Ira masih berharap besok bisa merayakan ulang tahun Rara.
Bersambung…
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR