Dahulu kala, ada seorang pangeran yang dihukum oleh seorang penyihir tua. Pangeran itu bernama Leon. Karena sifatnya yang sombong, ia dikurung oleh Penyihir Tua di dalam tungku besi besar.
“Tungku ini hanya bisa dibuka oleh seorang putri sejati,” kata Penyihir Tua itu.
Tak ada yang bisa menemukan Pangeran Leon karena tungku itu berada di tengah hutan, tertutup oleh akar gantung dan lilitan tumbuhan sulur. Bertahun-tahun lamanya Pangeran Leon terkurung di dalam tungku besi itu.
Pada suatu hari, ada seorang putri raja yang tersesat di hutan. Putri Luana namanya. Karena terlalu asyik mencari bunga hutan, ia terpisah dari rombongan dayang-dayangnya. Putri Luana tak bisa menemukan jalan untuk keluar dari hutan. Ia berkeliaran di dalam hutan selama sembilan hari.
Saat sedang menyibak-nyibak akar gantung yang menutupi jalan, Putri Luana melihat sesuatu yang mengejutkan. Sebuah tungku besi.
“Aneh, mengapa ada tungku besi di hutan ini?” gumam Putri Luana heran.
Tiba-tiba, terdengar suara bergema dari dalam tungku besi,
“Hai, siapakah kamu? Darimana asalmu? Dan mau pergi kemana?”
Putri Luana termundur agak takut. Namun ia menjawab juga,
“Aku Putri Luana. Aku tersesat dan tidak bisa pulang ke kerajaan ayahku, Raja Gustel.”
Suara bergema dari tungku besi itu lalu berkata lagi dengan terkejut, “Astagaaa, jadi kau Luana, putri Raja Gustel? Aku Leon, pangeran yang akan menjadi tunanganmu. Beberapa tahun lalu, aku bermaksud datang ke istana Raja Gustel untuk melamarmu. Tapi aku dikurung Penyihir Tua di tungku ini, karena dulu aku sombong. Luana, aku akan membantumu menemukan jalan pulang. Tapi, tolong lakukan satu permintaanku.”
Putri Luana bingung harus menjawab apa. Dulu, ayahnya dan ayah Pangeran Leon memang telah menjodohkan mereka. Namun, Pangeran Leon lalu menghilang entah kemana. Kini ia tidak tahu pasti, siapa yang berada di dalam tungku besi itu. Bisa saja itu penyihir jahat yang mengaku sebagai Pangeran Leon. Namun, karena sudah sangat ingin pulang, Putri Luana pun berjanji akan melakukan permintaan suara di dalam tungku itu.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR