“Aku harus bertemu ayahku dulu!”
Pangeran Leon akhirnya mengijinkan Putri Luana pergi, tetapi ada syaratnya. “Kau tidak boleh berkata lebih dari tiga kata pada ayahmu. Kalau lebih, maka sihir si Penyihir Tua akan berkuasa atas aku lagi. Aku akan kehilangan ingatan samasekali tentang kamu. Sekarang, pergilah ke istana ayahmu. Aku akan menunggumu di sini. Ingatlah pesanku tadi…” ujar Pangeran Leon.
Putri Luana pun pulang ke istana ayahnya. Sayangnya, ia lupa pada pesan Pangeran Leon. Ia bercerita panjang lebar pada ayahnya, lebih dari tiga kata. Seketika itu juga, tungku besi lenyap dari hutan. Walau begitu, Pangeran Leon sudah terbebas dari tungku besi. Sayangnya, ia kini tidak ingat samasekali pada Putri Luana, akibat sihir dari Penyihir Tua.
Sementara itu, Putri Luana berpamitan pada ayahnya dan kembali ke hutan. Ia mencari tungku besi tempat Pangeran Leon menunggunya, tetapi ia tidak menemukan benda itu. Putri Luana mencari Pangeran Leon selama sembilan hari, namun ia tidak bisa menemukan tunangannya itu.
Pada suatu malam, Putri Luana memanjat sebatang pohon untuk tidur di atasnya karena takut pada binatang buas. Pada saat itulah ia melihat cahaya di kejauhan.
“Ah, kalau saja aku bisa sampai ke tempat bercahaya itu…” pikirnya.
Putri Luana lalu turun dari pohon dan berjalan menuju ke arah cahaya itu. Entah berapa lama ia berjalan. Akhirnya, ia tiba di sebuah rumah kecil tua dengan rumput-rumput tinggi di sekitarnya. Putri Luana ragu untuk mengetuk pintu. Ia mengintip melalui jendela. Di dalam, tampak beberapa ekor katak besar dan kecil. Di depan mereka, ada sebuah meja yang indah dengan piring-piring dan gelas yang terbuat dari perak. Putri Luana memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah itu.
(Bersambung)
(Diadaptasi dari dongeng Eropa, oleh L. Olivia/vp)
Dok. Majalah Bobo ©
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR