Berta menangis meraung-raung di tepi danau sambil memanggil-manggil nama Hans. Ia terus menangis tanpa henti, sampai akhirnya kelelahan dan tertidur di tepi danau itu.
Saat tertidur, Berta bermimpi berada di sebuah padang rumput berbunga ungu. Ia berkeliaran di padang bunga ungu itu sampai menemukan sebuah pondak kayu milik seorang nenek bernama Nek Traumi. Ia seorang penyihir.
“Aku akan mengembalikan suamimu,” kata Nek Traumi pada Berta. Istri Hans itu tertegun mendengar ucapan si nenek.
Saat terbangun keesokan harinya, Berta bertekad untuk mencari Nek Traumi. Maka ia berjalan berhari-hari lamanya, mencari tempat tinggal Nek Traumi yang seperti di dalam mimpinya.
Usaha Berta ternyata tidak sia-sia. Akhirnya, suatu hari, ia sampai di sebuah padang rumput berbunga ungu. Di tengah padang itu, tampak pondok kayu Nek Traumi. Nenek penyihir itu berdiri di depan rumahnya, seperti sudah menantikan kedatangan Berta.
Di dalam pondok kayu itu, Berta lalu menceritakan kesedihannya pada Nek Traumi.
“Aku sudah tahu, peristiwa yang menimpa suamimu. Ia bukan tenggelam, tetapi diculik peri penunggu danau,” jelas Nek Traumi. “Itu sebabnya, aku datang dalam mimpimu untuk menolong kalian berdua.”
Nek Traumi lalu menyuruh Berta untuk datang lagi ke danau dekat penggilingan itu, pada malam pertama bulan purnama.
“Sisirlah rambutmu dengan sisir emas. Lalu letakkan sisirmu di tepi danau,” kata Nek Traumi.
Berta sangat berterima kasih pada Nek Traumi. Ia memberikan Nek Traumi sehelai selimut berlapis sutra, lalu berpamitan pulang.
Berta lalu menunggu sampai saat malam pertama bulan purnama tiba. Di malam itu, ia pergi ke tepi danau seperti nasihat Nek Traumi. Ia menyisir rambutnya yang hitam di tepi danau dengan sisir emas. Setelah itu, ia meletakkan sisir emasnya di tepi danau. Berta kini menatap permukaan air danau dengan hati berdebar.
Tak lama kemudian, tampak permukaan danau mulai bergelombang. Gelombang menjadi besar dan menyapu sisir emas dari tepi danau. Sisir emas itu tenggelam bersama air danau.
Sesaat kemudian, muncul kepala Hans di permukaan danau. Mata Hans menatap sedih ke arah Berta.
“Haaaansss…” teriak Berta terkejut dan sedih.
Akan tetapi, sebuah gelombang lain datang, dan menyapu kepala Hans. Hans tenggelam lagi ke dalam danau tanpa sempat berkata-kata. Permukaan danau itu kini tenang lagi seperti tidak terjadi apa pun.
Berta kembali menangis sedih. Ia berkeliaran selama berhari-hari dengan putus asa. Dan pada suatu malam, ia ia kembali tertidur nyenyak karena kelelahan. Di dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu lagi dengan Nek Traumi.
Keesokan paginya, Berta pergi lagi ke padang rumput berbunga ungu. Ia mencari Nek Traumi di pondok kayu nenek itu. Berta menceritakan kegagalannya menyelamatkan Hans dari dalam danau. Nek Traumi sekali lagi memberi nasihat,
“Pada malam pertama bulan purnama berikutnya, pergilah ke danau dekat penggilingan itu lagi. Bawalah seruling emas, dan mainkan sebuah lagu di tepi danau. Setelah itu, letakkan seruling itu di tepi danau.”
Pada malam pertama bulan purnama berikutnya, Berta pun melakukan seperti yang dianjurkan Nek Traumi. Ia memainkan seruling emas di tepi danau, lalu meletakkan seruling itu di tepi danau.
Tak lama kemudian, gelombang besar muncul dan menyapu seruling itu dari tepi danau. Sesaat kemudian, muncul juga kepala Hans. Kali ini, tubuhnya terlihat sampai ke dada. Hans menatap istrinya dengan sedih dan mengulurkan kedua tangannya ke arah Berta, seakan meminta tolong.
“Haaansss… pegang tangankuuu…” teriak Berta sambil menjulurkan tangannya sejauh mungkin ke arah Hans. Namun, tiba-tiba gelombang besar lain muncul, dan menyeret Hans sekali lagi masuk ke dalam danau.
Berta yang sempat gembira melihat suaminya kembali, kini kembali putus asa. Ia menyesal tidak berhasil meraih tangan Hans yang sudah ada di depan matanya tadi.
Berta kembali tenggelam dalam kesedihannya. Dan ketika ia tidur malam, sekali lagi ia bermimpi yang sama. Berta pun mengunjungi Nek Traumi di padang bunga ungu, sekali lagi.
Kali ini, Nek Traumi menyuruhnya membawa roda pemintal benang yang terbuat dari emas ke tepi danau. Berta melakukan hal yang disarankan Nek Traumi. Di malam pertama bulan purnama, ia duduk di tepi danau dan memutar roda pemintal benang yang terbuat dari emas itu.
Beberapa menit kemudian, terdengar bunyi gelombang besar datang. Gelombang itu menyapu roda pemintal dari tepi danau. Di saat itu, kepala Hans kembali keluar dari dalam kolam. Kali ini, seluruh tubuhnya muncul di permukaan air. Bahkan kakinya bisa melangkah ke tepi danau, dan tangannya meraih leher istrinya.
Akan tetapi, tiba-tiba muncul gelombang yang sangat besar sehingga air danau meluap bagai banjir sampai ke tepi danau, tempat Berta dan Hans berdiri. Air banjir itu lalu menyeret Hans, namun Berta memeluk suaminya sekuat-kuatnya. Akhirnya, mereka berdua mulai terseret masuk ke dalam danau.
“Nek Traumiii…. Tolooong… Aku tak mau berpisah dengan suamiku…“ teriak Berta dalam keputusasaan.
Di saat itu juga, sihir Nek Traumi terjadi pada pasangan itu. Keduanya berubah menjadi sepasang kodok.
Sayangnya, Berta dan Hans tetap tak bisa bersama. Air banjir itu memisahkan mereka. Kodok Berta dan kodok Hans terbawa air banjir ke desa yang berbeda.
Ketika banjir reda, kodok Berta dan kodok Hans kembali ke wujud semula sebagai manusia. Sayangnya, mereka samasekali tidak ingat, apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka juga tidak ingat satu sama lainnya.
Mereka lalu memulai kehidupan mereka lagi dari awal. Hans memutuskan untuk menjadi penggembala domba. Berta pun melakukan hal yang sama. Mereka menggembalakan domba masing-masing di desa yang berbeda. Keduanya hidup kesepian dan dalam kesedihan selama bertahun-tahun.
Suatu ketika, Hans memutuskan untuk pindah ke desa lain. Ia menggiring domba-dombanya dan sampai di padang rumput sebuah desa. Hans merasa tempat itu menyenangkan, karena rumput-rumputnya hijau dan tebal. Sungguh cocok untuk ternaknya.
Ternyata, itu adalah desa tempat Berta tinggal. Hans dan Berta bertemu di padang rumput itu. Mereka mulai berteman, namun tidak saling kenal.
Pada suatu malam bulan purnama, di langit tampak bulan bersinar penuh. Hans dan Berta duduk bersama menyaksikan ternak mereka merumput. Hans mengeluarkan serulingnya, lalu memainkan lagu dengan merdu.
Berta mendengarkan bunyi seruling itu, dan tiba-tiba ingatannya mulai kembali. Ia teringat pada kejadian di masa lalu. Ia pernah memainkan seruling emas di tepi danau di saat bulan purnama. Berta menjadi sangat sedih menangis tersedu-sedu.
Hans terkejut melihat teman gembalanya yang menangis. Ia berhenti bermain seruling dan mendekati Berta.
“Mengapa kau menangis, teman…” tanya Hans lembut.
Sambil terus menangis, Berta menceritakan segala yang diingatnya. Tentang Hans, suaminya, yang bertahun-tahun lalu diculik oleh peri penghuni danau. Seketika itu juga, airmata menetes dari mata Hans.
“Kau Berta, istriku…” kata Hans, yang kini mengenali Berta.
Keduanya sangat bahagia karena bisa bertemu kembali. Mereka lalu kembali ke rumah mereka sendiri, dan hidup dengan bahagia selamanya.
Tamat
Teks: L. Olivia
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR