“Kalau kau ibu kami, tunjukkan tanganmu!” kata ketiga anak itu.
Raksasa itu pun menunjukan tangannya. Dari lubang kecil, ketiga anak itu mengintip. Mereka melihat tangan yang tidak berbulu dan berkulit putih. Persis seperti tangan ibu mereka. Namun, napas raksasa jahat itu sangat bau. Suaranya pun sangat besar seperti suara beruang.
“Suara ibu kami lebih halus daripada suaramu,” kata anak-anak itu.
Raksasa jahat itu lalu pergi. Ia meminum air rendaman bunga mawar, lalu kembali ke rumah anak-anak itu untuk ketiga kalinya.
“Ibumu sudah kembali! Maafkan Ibu, ya, karena terlambat pulang ke rumah,” kata raksasa itu dengan nada lembut.
Mendengar suara yang lembut dan aroma mawar seharum ibu mereka, ketiga anak itu sangat gembira.
“Oh, Ibu sudah datang!” ketiga anak itu buru-buru membuka pintu.
Dalam sekejap, raksasa itu merubah wujudnya menjadi seperti ibu mereka. Ketiga anak itu membiarkan ibu palsu itu masuk.
Raksasa itu lalu berkata, “Anak-anak, sebaiknya kalian tidur sekarang. Hari sudah malam.”
Seperti biasa, anak pertama dan anak kedua tidur di satu kamar. Sementara anak bungsu tidur bersama ibu mereka. Jadi, kali itu, si anak bungsu tidur bersama raksasa tua yang kini tampak seperti ibu mereka.
Di tengah malam yang sunyi, tiba-tiba terdengar bunyi gemerisik dari arah dapur. Anak pertama dan kedua terbangun. Mereka menajamkan telinga dan samar-samar mendengar bunyi besi beradu. Dengan ketakutan, mereka berdua mengendap keluar dari kamar, dan mengintip ke dapur.
Dari balik pintu dapur, mereka melihat sosok punggung ibu mereka. Ia sedang menyiapkan bahan makanan. Ia memotong-motong sayur, menghancurkan rempah-rempah, lalu memasukkannya ke dalam air mendidih.
Source | : | Dok. Majalah Bobo / Folkore |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR