Raja Feliks memiliki dua belas orang pemburu. Mereka memburu untuk kebutuhan penghuni istana Raja Feliks selama 6 hari dalam seminggu. Mereka harus menjelajahi hutan, memanah rusa, burung-burung liar, maupun angsa. Namun pada hari ketujuh, mereka boleh mengambil apapun hasil buruan mereka untuk mereka bawa pulang.
Dari dua belas pemburu itu, Volya adalah pemburu yang termuda. Biasanya, selama 6 hari kerja, ia selalu mendapatkan hasil buruan yang terbaik untuk Raja Feliks. Namun pada hari ketujuh, saat berburu untuk diri sendiri, ia selalu pulang dengan tangan kosong. Bahkan seekor tupai dan burung puyuh pun tidak berhasil ia dapatkan.
Suatu ketika, pada hari ketujuh, Volya sedang di hutan untuk memburu. Seperti biasanya, ia tidak mendapat apa-apa. Saat ia akan kembali ke rumahnya dengan tangan hampa, ia melihat seekor merpati putih terbang di tepi hutan.
“Wah, lumayan! Merpatinya cukup besar!” pikirnya. Volya segera mengambil busur dan anak panahnya, lalu membidik ke merpati itu. CLEP! Anak panah Volya mengenai sayap merpati itu sehingga hewan itu jatuh ke tanah. Volya segera mendekatinya. Namun, tiba-tiba merpati itu bersuara,
“Selamatkan aku, pemburu yang baik hati. Bawalah aku dan letakkan aku di lantai rumahmu. Kau akan melihat apa yang akan terjadi. Setelah itu, terserah padamu... Apakah kau akan membiarkanku tinggal di rumahmu, atau melepaskanku.”
Volya segera membawa merpati itu pulang bersamanya, dan meletakkannya di lantai. Sesaat kemudian, terjadi keajaiban! Merpati itu menghilang, dan muncullah seorang gadis cantik berambut keemasan di depannya.
“Namaku Katya...” kata gadis itu.
Volya tak tega membiarkan Katya pergi sendirian tanpa ada yang menjaganya.
“Tinggallah di pondokku selama yang kau inginkan. Aku tak tega membiarkanmu sendirian di hutan,” kata Volya.
Si cantik Katya akhirnya tinggal dengan aman dalam pondok Volya. Setiap hari, Katya memasak untuk Volya. Katya mulai merasa kasihan setelah mengetahui kehidupan Volya yang sulit. Katya pun bertanya,
“Apakah penghasilanmu cukup untuk kehidupan kita sehari-hari?”
“Bisa cukup, bisa juga tidak,” jawab Volya. “Selama enam hari aku berburu untuk Raja. Aku adalah pemburu terbaik dan selalu mendapatkan hasil buruan untuk Raja. Tetapi pada hari ketujuh, aku tidak pernah berhasil menangkap hewan apapun. Padahal, buruan yang kudapat di hari ketujuh, akan menjadi milikku!”
“Jangan khawatir,” kata Katya. “Pinjamkan uang seratus rubel dari siapa saja, dan belikan aku beberapa kain sutera dengan uang itu.”
Volya mengunjungi semua teman-temannya. Beberapa teman memberinya pinjaman satu rubel, lima rubel... Volya mengumpulkan semua uang pinjaman itu. Akhirnya, ia berhasil mengumpulkan uang sebanyak seratus rubel.
Volya lalu membeli kain sutera dan memberikannya kepada Katya. Gadis itu menjahit permadani dari kain sutera itu dengan sulaman-sulaman yang indah. Ada sulaman pemandangan kerajaan yang terdiri dari kota dan desa, hutan dan ladang, burung-burung di langit, hewan-hewan di daratan, dan ikan di laut. Tampak juga sulaman matahari, bulan, dan bintang yang mengelilinginya.
“Juallah permadani ini di pasar,” kata si cantik Katya pada Volya. “Tapi jangan kau tentukan harganya. Biar mereka yang menentukan.”
Volya mengambil permadani itu dan pergi ke pasar. Banyak pedagang yang ingin membelinya tetapi tidak satupun yang dapat memutuskan berapa harga yang layak untuk permadani seindah itu.
Sang Penasihat Raja kebetulan juga melihat permadani itu. Ia berkata pada Volya, “Aku akan memberikanmu sepuluh ribu koin emas untuk permadani ini.”
“Baiklah,” kata Volya. Ia mengambil sepuluh ribu koin emas itu lalu membayar seluruh hutangnya. Sisanya ia berikan kepada Katya.
Sang Penasihat Raja membawa permadani itu ke istana dan menunjukkannya kepada Raja Feliks.
“Juallah permadani itu kepadaku seharga dua puluh ribu koin emas!” kata Raja Feliks.
“Silakan, Yang Mulia Raja,” ujar Sang Penasihat setuju.
Setelah itu, Penasihat Raja pergi ke gubuk Volya untuk memesan permadani lagi. Namun, ketika melihat Katya sedang menyapu di halaman rumah Volya, Sang Penasihat terpana melihat kecantikan Katya. Ia tak jadi memesan permadani, dan pulang sambil melamun.
Sang Penasihat Raja lalu menceritakan pada Raja tentang apa yang dilihatnya.
“Yang Mulia, pemburu yang bernama Volya, mempunyai adik yang sangat cantik..”
Raja Feliks terkejut mendengar hal ini. Ia ingin melihat sendiri kecantikan Katya. Ia berpakaian seperti seorang petani dan pergi ke rumah Volya. Ketika melihat Katya sedang menyapu halaman, ia tercengang akan kecantikannya.
Keesohan harinya, Raja Feliks berkata pada Sang Penasihat,
“Kau, penasihatku! Pikirkanlah sebuah tugas untuk Volya agar ia pergi jauh dan tidak dapat kembali lagi ke negeri ini. Kalau Volya sudah tidak ada, adiknya pasti mau menjadi istriku karena dia tak punya siapa-siapa lagi.”
Sang Penasihat Raja berpikir dan terus berpikir, namun tidak juga mendapat ide. Ia lalu pergi ke sebuah taman dan duduk di sana. Saat itu, ada seorang pengemis duduk di sebelahnya.
“Tinggalkan aku sendiri! Duduklah di tempat lain,” teriak Sang Penasihat Raja.
Pengemis itu hanya tersenyum dan berkata, “Janganlah usir aku, Tuanku yang Mulia! Pesankan aku sepiring makanan, dan mungkin aku bisa menolongmu.”
Karena putus asa belum mendapat ide, Sang Penasihat Raja akhirnya menuruti permintaan pengemis itu. Ia lalu menceritakan masalahnya.
“Hal itu mudah diatasi,” kata si pengemis. “Suruhlah Volya membawa seekor domba berbulu emas. Hewan itu ada di Pulau Tembaga di tengah laut. Ia terikat di sebuah tiang perak. Kalau domba ini mengembik, semua orang dalam radius seribu kilometer pun akan tertawa.”
“Hmm, ide yang sangat cemerlang!” gumam Penasihat Raja. Ia lalu berlari ke istana dan menyampaikan ide itu kepada Raja Feliks.
Esoknya, Raja Feliks memanggil pemburu dan berkata kepadanya, “Pemburuku yang baik, Volya, aku butuh pertolonganmu. Bawakan aku seekor domba berbulu emas yang terikat di tiang perak di Pulau Tembaga, di tengah laut. Kalau domba ini mengembik, semua orang dalam radius seribu kilometer pun akan tertawa. ”Jika kau berhasil, aku akan memberimu seribu koin emas. Ingat, jangan sekali-kali kau kembali dengan tangan hampa!”
Volya sangat khawatir menerima tugas itu. Namun ia tidak bisa menolak. Ia kembali ke rumah dengan sedih.
“Mengapa kau terlihat sedih, sahabatku?” tanya Katya. Volya menceritakan tugas dari Raja Feliks yang sangat mustahil itu.
Katya hanya tersenyum, lalu berkata, “Itu bukan tugas yang mustahil. Sekarang, lebih baik kau tidur saja. Semua pasti beres!”
Volya mendengarkan nasihat Katya. Ia pun pergi tidur.
Ketika Volya sedang tertidur pulas, Katya mengambil selendang sulamannya, lalu mengibaskannya. Muncullah seekor katak besar, berdiri di depannya.
Katak itu berkata, “Apa yang kau ingini, Katya yang cantik?”
Katya berkata, “Nenek Katak, tolong bawakan aku seekor domba berbulu emas, yang terikat pada tiang perak di Pulau Tembaga yang berada di tengah laut.”
Nenek Katak terdiam, lalu berkata kepada dirinya sendiri, “Mengapa Katya meminta sesuatu yang sangat sepele?” Ia lalu melompat pergi dari rumah itu.
Nenek Katak lalu kembali sebelum matahari terbit. Ia membawa domba berbulu emas. Saat bangun pagi, Volya sangat gembira melihat domba itu sudah ada di halaman rumahnya. Ia segera memberikannya kepada Raja Feliks.
Raja Feliks terpaksa memberi Volya hadiah seribu koin emas, sesuai janjinya. Domba itu diletakkan di taman istana.
Dengan jengkel, Raja Feliks kembali memerintah penasihatnya untuk mencarikan tugas sulit lain.
Sang Penasihat Raja tidak mau bersusah payah untuk berpikir. Ia bergegas pergi ke taman dan meminta nasihat kembali pada si pengemis.
Setelah mendapatkan makanan lezat, pengemis itu berkata, “Jadi, Volya menemukan domba itu?! Kalau begitu, sekarang suruhlah dia mencari kucing pengantar tidur yang terikat pada tiang emas di Pulau Perak di tengah laut. Saat kucing itu mengeong, semua orang dalam radius seribu kilometer akan tertidur.”
Tanpa berterimakasih pada si pengemis, Sang Penasihat bergegas pergi menemui Raja Feliks.
(Bersambung)
Teks: Adaptasi dari Dongeng Rusia / Dok. Majalah Bobo
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR