Jam kukuk atau cuckoo clock atau Kukuksuhr adalah jam dinding dengan kotak kayu berbentuk rumah kecil dari kayu pinus. Rumah itu dilengkapi dengan sebuah jendela dan dihiasi dengan bunga yang terbuat dari ukiran kayu. Ada pendulum dan erekan rantai yang terlihat jelas. Setiap jam, jendela terbuka. Lalu dari jendela itu muncul satu atau dua ekor burung dan berbunyi “kukuk…kukuk” sambil mengangguk, atau membuka paruh, atau mengepakkan sayapnya. Nah, dari suara itulah jam itu diberi nama jam kukuk.
Dari Schwarzwald
Jam kukuk adalah jam dinding yang dibuat secara tradisional di Schwarzwald (Black Forest), Jerman. Schwarzwald adalah sebuah wilayah di negara bagian Baden Wuetemberg, di sebelah barat daya Jerman.
Menurut cerita, jam kukuk pertama kali dibuat sekitar tahun 1730 oleh Franz Anton Ketterer. Dia adalah seorang pembuat jam yang tinggal di desa Schonwald, dekat kota Triberg. Terinspirasi oleh suara orgel di gereja desa, Ketterer menggunakan pipa orgel untuk meniru suara burung kukuk yang di pasang di jam.
Jam kukuk yang pertama dibuatnya berbentuk kotak. Lalu di bagian atasnya ada ruangan berbentuk setengah lingkaran, tempat burung kukuk. Ketika jarum panjang tepat berada di angka 12, sebuah pintu kecil di ruang berbentuk setengah lingkaran itu terbuka. Burung kukuk keluar dan berbunyi untuk memberitahukan waktu saat itu.
Oleh-oleh Khas Jerman
Penemuan Ketteter ini disukai banyak orang. Banyak pembuat jam lainnya di kawasan Schwarzwald menirunya. Mereka bahkan mengembangkan bentuknya menjadi lebih bagus dan lebih mewah. Sejak pertengahan abad ke-19, jam bentuk jam kukuk jadi seperti sekarang.
Sampai sekarang, jam kukuk masih dibuat di Schwarzwald. Di sana ada beberapa desa pembuat jam kukuk. Ada museum jam kukuk. Ada toko-toko jam kukuk. Ada juga jam kukuk terbesar di dunia. Tempat itu menjadi tempat tujuan wisata. Jam kukuk menjadi salah satu oleh-oleh dari Jerman.
Foto: Creative Commons
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Aan Madrus |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR