“Lalala… aku terbang. Satu, dua, tiga… lalala… mendarat di pohon ceri!” Tamtam si burung hitam bersiul gembira di suatu pagi yang cerah.
Bunga-bunga anggrek dan pohon-pohon ceri yang tak jauh dari situ, menguap terbangun. Dahan mereka yang penuh buah ceri, terasa berat karena beberapa burung gereja dan burung hitam bersarang di sana.
“Ooh…” seru Tamtam, “Mereka tidak akan menyisakan tempat untukku. Aku harus segera mencari dahan di pohon ceri itu!”
Tamtam melesat terbang, mendahului beberapa burung hitam yang terbang di depannya. Sayapnya bergerak cepat, menyambar sayap teman-temannya. Tamtam terus terbang lurus ke dapan.
“Aaaa…” teriaknya. Tamtam tak bisa menghentikan lajunya. Ia menabrak dahan pohon ceri. BRUK! Lalu jatuh ke bawah.
BYUR! Tamtam jatuh ke kaleng cat warna biru.
“Oo… menyebalkan sekali! Lengkeeet…” teriak Tamtam.
Ia berusaha keluar dari kaleng cat itu. Matahari sudah bersinar terik dan seketika itu cat kering di sekujur tubuh Tamtam.
Dengan sedih, Tamtam menangis, berteriak minta tolong pada teman-temannya.
“Tungguuu, Tamtam… Kami segera datang!” seru burung-burung hitam yang tadi disambar Tamtam.
Burung-burung gereja kecil di atas dahan, juga mendengar suara Tamtam. Mereka pun segera terbang menghampiri Tamtam. Mereka terbang dengan lambat, karena perut mereka kenyang, penuh buah ceri.
Ketika melihat Tamtam yang belepotan cat biru, burung-burung hitam dan burung-burung gereka tidak tahan tetawa.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR