Telepon di rumah berdering. Tak lama, Mbak Par memanggilnya. Ternyata ayah yang menelepon, memberi tahu akan pulang terlambat karena harus menyelesaikan pekerjaan. Itu artinya, Tika hanya akan tinggal berdua saja dengan Mbak Par sampai ayah pulang nanti malam. Ia kembali terduduk lesu.
*
Malam itu, Tika mati-matian berjuang melawan kantuk sambil mengerjakan PR. Berkali-kali ia menguap dan tertidur, sementara PR-nya masih banyak yang belum ia kerjakan. Ia jadi teringat ibu. Kalau melihat Tika seperti itu, biasanya Ibu tertawa, lalu dengan sabar mengajarinya sampai PR-nya selesai. Tak lupa, ibu menyediakan segelas cokelat panas dan biskuit kesukaannya agar Tika tetap semangat.
Tika menyandarkan punggungnya ke tembok kamar dengan malas. Mendadak ia melompat dari tempat tidur. Ia teringat, buku yang dipinjamnya dari perpustakaan sekolah minggu lalu harus dikembalikan besok. Bergegas Tika mencarinya di tumpukan buku di meja belajar, tapi tidak ada. Di laci meja juga tidak ada.
Gawat, dendanya pasti makin banyak, pikirnya setengah panik, Seharusnya Tika sudah mengembalikannya minggu lalu, tapi ia lupa. Padahal, ia kerap melihat buku itu ada di meja belajarnya saat itu. Apesnya, sekarang buku itu seperti raib tanpa jejak. Seluruh kamar sudah diobrak-abrik, tapi buku tentang kisah hidup pengarang cerita anak kelas dunia itu tak juga ketemu.
Antara lelah dan mengantuk, Tika beranjak ke dapur untuk mengambil minum. Di ruang tengah, matanya berbinar melihat buku yang dicarinya tergeletak di atas meja. Ia baru ingat, dia sendiri yang meletakkan buku itu di sana, kemarin. Tika mengambil napas lega. Ia kembali ke kamarnya, tapi perasaannya kembali suram melihat kamarnya berantakan. Kalau ada ibu, pasti aku sudah dibantu merapikan kamar, ujarnya dalam hati.
Ah, Tika jadi kangen ibu. Ia ingat, Ibu selalu penuh sabar menghadapi rengekannya ketika ada sesuatu yang tak sesuai dengan keinginannya. Dengan penuh rasa sayang, Ibu biasanya akan memeluknya sambil memberi pengertian, sampai akhirnya Tika mampu meredam keinginannya.
Tapi, biasanya Tika kurang suka bila Ibu menyentuh kulitnya yang halus. Telapak tangan ibu agak kasar. Tika menghela napas sambil memandang ke sekeliling kamarnya. Kamarnya selalu rapi dan bersih, padahal ia tak pernah membersihkan kamar. Malah, ia sering meletakkan tas dan peralatan sekolah sembarangan. Ibu memang sudah menyuruhnya, tapi malas rasanya membereskan kamar yang berantakan.
Ibulah yang melakukan semua pekerjaan di rumah karena memang tak ada pembantu, mulai dari menyapu, mengepel, memasak, menyetrika baju, sampai membersihkan halaman. Mendadak Tika sadar. Pastilah tangan ibu jadi kasar karena mengerjakan semua pekerjaan rumah. Ibu rela tangannya yang kecil dan halus itu berubah menjadi kasar demi rumah tetap terawat dan semua urusan rumah beres.
Dan apa yang sudah kamu lakukan sebagai baktimu pada ibu, Tika? Hati kecilnya bertanya. Ia merasa sangat bersalah pada ibu. Yang dilakuannya selama ini hanya menuntut dan menuntut. Menginginkan ini dan itu. Ngambek seharian kalau keinginannya tak dipenuhi saat itu juga. Dan ibu sebetulnya tak pernah lelah memberi pengertian pada Tika. Tika pun tahu apa yang seharusnya dilakukan. Hanya saja, Tika memilih untuk tetap ngotot pada keinginannya.
Jangan-jangan, itu pula yang membuat ibu kecapekan dan akhirnya pingsan tadi pagi. Tika ingat, kemarin ia minta dibuatkan zuppa soup kesukaannya, padahal ia tahu ibu sedang sibuk menyiapkan arisan keluarga sore itu. Belum lagi, malamnya ibu masih harus mengajarinya matematika. Ibu memang terlihat sangat capek tadi malam. Beberapa hari ini ibu kurang istirahat karena mengurus ayah yang sakit. Ah, lengkaplah sudah penderitaan ibu.
Betapa ingin Tika meminta maaf dan memeluk ibu sekarang juga. Ia ingin sekali tangan ibu mengelusnya lagi, seperti biasanya kalau Tika sedang ngambek. Ia berjanji tidak akan keberatan lagi bila tangan ibu mengelusnya. Tika bertekad tidak akan membiarkan tangan ibu semakin kasar tanpa bantuannya mengurus rumah.
Ibuuuuu… Tika menjerit dalam hati memanggil ibu. Air matanya mengalir deras tanpa terasa. Lelah menangis membuat Tika tertidur tanpa tahu ayah pulang membawa martabak keju kesukaannya.
Penulis | : | Lila |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR