(Bagian 1)
Di ambang pintu sebuah penginapan di Moskow, duduklah tiga pemuda yang sedang makan sup hangat. Mereka adalah Motya si tukang kayu, Volya si tukang emas, dan Kolya si tukang besi. Sambil menikmati sup mereka, Kolya berkata pada kedua temannya,
"Andai aku punya uang, coba tebak, apa yang akan aku lakukan?”
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Motya dan Volya.
"Aku akan pergi ke pasar, membeli banyak besi. Aku akan membuat perlengkapan canggih untuk tentara negeri kita. Supaya mereka selalu menang dalam peperangan!”
"Ah, itu ide yang biasa saja,” kata Volya. "Kalau aku punya uang, aku akan pergi ke pasar membeli sebongkah emas. Akan kubuat bebek emas yang bisa berenang di air dan terbang di udara!”
"Itu juga bukan apa-apa," kata Motya. "Aku akan membeli kayu dan mengukir elang kayu yang bisa mengelilingi dunia hanya dalam satu minggu."
Kebetulan, pegawai dari istana kaisar Rusia sedang duduk di penginapan itu. Ia mendengar semua yang dikatakan mereka. Ia bergegas menghadap Tsar dan melaporkan pada kaisar Rusia itu tentang apa yang didengarnya. Ia bercerita tentang tiga pemuda yang bisa membuat benda-benda hebat dari besi, emas, dan kayu.
“Apakah ceritamu benar?" tanya Tsar ragu.
"Hamba tidak berbohong," kata pegawai istana itu.
Maka Tsar lalu menyuruh pegawai itu menjemput ketiga pemuda tadi dan membawanya ke istana. Ketiga Motya, Volya, dan Kolya sudah berada di istana, bertanyalah Tsar pada mereka.
"Apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Tsar pada Volya.
"Hamba bisa membuat bebek dari sebongkah emas. Bebek itu bisa berenang di air dan terbang di udara."
"Bagaimana denganmu?" tanya Tsar pada Motya.
"Hamba bisa mengukir elang dari kayu. Elang itu bisa mengelilingi dunia hanya dalam satu minggu," jawab Motya.
“Dan kau… apa yang bisa kau lakukan?” tanya Tsar pada Kolya.
“Hamba bisa membuat perlengkapan perang canggih dari besi!” jawab Kolya.
"Baiklah!" kata Tsar. "Buatlah benda seperti yang kalian ceritakan itu dalam waktu satu bulan. Lalu bawalah ke hadapanku!" Tsar lalu memberikan mereka masing-masing sekantong koin emas.
Ketiganya kembali ke rumah masing-masing. Kolya dan Volya langsung membuat apa yang mereka cita-citakan itu. Motya juga sibuk membuat rancangan elang kayu. Ia lalu mencari beberapa potong kayu di gudangnya. Ia merekatkan bahan-bahan kayu itu dengan lem. Ia menggergaji dan mengukir kayu-kayu itu. Juga menggosok dan memoles sampai berkilat.
Di pagi hari yang ditentukan Tsar, elang kayu itu pun selesai dibuat. Motya membawa elang kayu itu ke istana Tsar. Kolya si pandai besi dan Volya si tukang emas sudah lebih dulu tiba di halaman istana.
Akhirnya Tsar muncul dan berkata, "Senang bertemu dengan kalian semua! Tunjukkan sekarang apa yang telah kalian buat!"
Kolya si tukang besi berteriak dengan lantang, "Hamba telah membuat peralatan-peralatan militer tercanggih di negara ini. Tentara kita akan memenangkan perang di negara manapun!”
Peralatan perang itu lalu diberikan kepada jendral militer kerajaan.
"Bagus sekali," kata Tsar. Ia memberi Kolya si pandai besi itu sekantong emas dan mengirimnya pulang.
Kini giliran Volya si tukang emas yang dengan bangga mengeluarkan bebek emasnya. Ia memasukkan bebek itu ke kolam air mancur di halaman istana. Bebek itu berenang dengan riang. Ia lalu terbang di udara, dan akhirnya mendarat lagi di dekat Volya. Akhirnya, bebek itu lalu memakan butiran jagung emas di tanah.
"Bagus sekali," kata Tsar. Ia memberi Volya si tukang emas itu sekantong koin emas dan mengirimnya pulang. Bebek itu dipercayakan pada penjaga taman untuk menghiasi kolam dan halaman istana.
Kini, giliran Motya untuk menunjukkan kehebatan elang kayunya. Ia meletakkan elang itu di tanah, lalu duduk di atas punggungnya. Elang itu mulai mengepakkan sayapnya dan terbang menjauh. Tepat seminggu kemudian, elang itu kembali setelah mengelilingi dunia. Tsar sangat terkesan sehingga memberi tukang kayu itu sekantong emas, dan menyimpan elang kayu itu di kamarnya sendiri.
Tsar memiliki seorang putra bernama Vlad. Rasa ingin tahu pemuda ini sangat tinggi. Suatu hari, diam-diam ia masuk ke kamar ayahnya. Vlad melihat elang kayu itu di sudut kamar. Ia mencoba duduk di punggung elang itu. Alangkah terkejutnya ia, ketika elang itu tiba-tiba terbang menembus jendela yang terbuka.
(Bagian 2)
Vlad dibawa terbang sampai jauh sekali. Satu hari, dua hari, dan pada malam hari ketiga, elang itu mendarat di tengah hutan lebat.
Vlad menyembunyikan elang kayu itu di semak-semak. Kemudian, ia berjalan dan menemukan sebuah pondok kecil. Ia masuk dan melihat seorang kakek duduk di dekat kompor.
"Selamat malam, Kakek!" sapanya dalam bahasa Rusia.
Kakek itu diam tidak menjawab. Vlad mencoba menyapanya dalam bahasa Jerman. Si Kakek tetap tidak menjawab. Begitu juga saat ia menyapa dalam bahasa Inggris. Akhirnya, Vlad menyapanya dalam bahasa Prancis. Barulah Kakek itu menjawab dalam bahasa Prancis juga,
"Dari mana asalmu, anak muda?"
Vlad tidak ingin berbohong. Namun, ia juga takut kalau mengaku sebagai putera raja yang mengendarai elang kayu. Maka ia menjawab,
"Saya pemuda dari Moskow, Kek. Kendaraan yang saya tumpangi rusak, sehingga saya terlunta-lunta di hutan ini.”
Kakek itu kasihan pada Vlad. Ia memberi makanan, minuman dan tempat tidur. Keesokan harinya, Kakek itu menitipkan Vlad pada seorang tukang kayu. Tukang kayu itu akan mengantar kayu dengan kereta kudanya ke Paris.
Begitu tiba di Paris, Vlad merasa lapar padahal ia tak punya uang samasekali. Ia akhirnya hanya berdiri di depan sebuah penginapan. Penginapan itu memiliki toko roti kecil di depannya. Aroma roti membuat Vlad semakin lapar.
Para pelayan penginapan terkejut melihat Vlad yang berpakaian aneh, berdiri di depan toko roti penginapan itu. Mereka tidak tahu kalau pakaian yang dipakai Vlad adalah pakaian kebesaran seorang pangeran Rusia.
Para pelayan melaporkan hal itu pada Pak Piere, pemilik penginapan itu. Pak Piere langsung menghampiri Vlad dan bertanya darimana ia berasal. Vlad menjawab,
"Saya pemuda dari Moskow, Pak. Kendaraan yang saya tumpangi rusak, sehingga saya terlunta-lunta di hutan. Seorang kakek di hutan mengirim saya ke sini…”
Pak Piere merasa iba dan berkata, "Saya tidak punya anak. Tinggallah di sini dan jadilah anakku. "
Jadi Vlad tinggal bersama Pak Piere.
Setelah beberapa minggu tinggal di rumah Pak Piere, Vlad ingin membalas budi. Ia pun berkata pada ayah angkatnya,
"Ayah, tolong belikan aku organ. Aku akan memainkannya, dan tamu di penginapan Ayah pasti akan terhibur."
Pak Piere pun membelikan Vlad organ. Vlad memainkannya setiap malam dan tamu-tamu di penginapan itu sangat terhibur. Berita tentang pemain musik di penginapan Pak Piere, mulai menyebar. Akibatnya, turis-turis di kota Paris hanya mau menginap di penginapan Pak Piere.
Pemilik penginapan lain menjadi sangat marah. Mereka mengeluh kepada Raja Prancis.
"Yang Mulia, seorang pemilik penginapan di kota ini, sekarang mempekerjakan seorang pemain organ asing. Permainannya sangat indah. Kini tidak ada satu tamu pun yang mau menginap ke tempat kami. Sekarang kami tidak memiliki uang sepeser pun!"
Raja Prancis sangat tidak senang mendengarnya. Ia meminta supirnya mengantarkannya dengan mobil ke penginapan Pak Piere. Ia menegur Pak Piere,
"Banyak pemilik penginapan lain yang datang dan mengeluh pada saya.
Anda punya pemain organ asing di penginapan Anda. Permainan organnya sangat bagus sehingga semua turis menginap di sini. Penginapan yang lain jadi tidak laku.”
“Itu benar, Yang Mulia," kata Pak Piere, lalu memanggil Vlad.
"Siapa kamu dan dari mana asalmu?" tanya Raja Prancis.
"Saya pemuda dari Moskow, Yang Mulia. Kendaraan yang saya tumpangi rusak, sehingga saya terlunta-lunta di hutan. Seorang kakek di hutan mengirim saya ke kota ini. Pak Piere lalu mengangkat saya menjadi anaknya,” cerita Vlad.
Raja Prancis mencoba mencari jalan keluar. Ia lalu berkata,
"Saya tidak memiliki putera. Saya hanya punya seorang anak perempuan yang tidak patuh. Tinggallah bersamaku dan jadilah anakku! "
Vlad akhirnya tinggal di istana dan diangkat menjadi putra Raja Prancis.
Suatu hari, Raja Prancis memanggil Vlad untuk melihat dari jendela istananya.
"Katakan padaku, anakku, apa yang kamu lihat?" tanyanya.
"Saya melihat menara putih…"
"Menara itu terletak lima belas mil dari Paris. Putri Michele, putriku yang tidak patuh itu terkunci di dalamnya. Aku ingin dia menikah dengan putra Raja Inggris, tetapi dia menolak. Karena dia tidak patuh, saya mengurungnya di menara itu. Kalau ada pria yang mendekatinya, pria itu juga akan saya penjarakan di penjara bawah tanah!” kata Raja Prancis.
Vlad bertanya kepada pelayan istana tentang Putri Michele yang tidak taat itu. Namun, tidak ada yang mau membicarakannya. Dari lukisan di istana, Vlad tahu kalau Putri Michele sangat cantik. Namun, tidak ada yang bisa mendekatinya. Pintu masuk ke menara itu dijaga sangat ketat.
Vlad memutuskan untuk membebaskan sang putri.
(Bagian 3)
Saat hari mulai gelap, ia memakai pakaian kebesaran kerajaan Moskow. Ia lalu pergi ke hutan lebat, tempat ia meninggalkan elang kayu yang tersembunyi di semak-semak. Saat hari semakin gelap, ia menaiki burung itu dan langsung terbang ke menara tempat Putri Michele ditahan. Elang itu sampai di depan jendela menara. Vlad mengetuknya pelan.
"Siapa itu?" tanya Putri Michele heran.
"Aku Vlad, putra Tsar dari Moskow. Aku datang untuk menyelamatkanmu."
Putri Michele sangat senang mendengarnya. Ia membuka jendela dan melihat Vlad yang mengenakan baju pangeran Moskow.
"Sahabatku, aku tidak bisa ikut denganmu sekarang. Aku sedang kurang sehat. Perjalanan melalui udara akan membuatku semakin sakit. Mungkin seminggu lagi aku akan sembuh.”
Vlad setuju. Ia berjanji akan mengunjungi sang putri setiap malam dengan elang kayunya, sampai putri sehat kembali.
Seorang penjaga menara mulai curiga. Ia menyadari bahwa ada seekor burung besar aneh yang setiap malam selalu hinggap di jendela sang putri. Ia segera naik ke menara dan bertanya pada Putri Michele. Sang putri hanya menjawab singkat,
"Memang banyak burung dan kelelawar malam yang mengelilingi menara ini…”
Penjaga menara itu tetap curiga. Maka ia melaporkan hal itu pada Raja Prancis. Sang Raja juga curiga. Ia lalu menyuruh pelayannya untuk melabur jendela menara dengan lem.
Keesokan paginya, Raja Prancis naik ke menara itu dan memeriksa jendela. Ternyata, olesan lem itu sudah terhapus, seperti rencananya. Malam sebelumnya, Vlad memang datang ke menara itu. Saat melewati jendela sang putri, ia tidak tahu kalau celananya mengenai lem di jendela. Namun, Raja Prancis tahu.
Pagi itu, Raja Prancis melihat lem di celana Vlad. Begitu juga dengan esok pagi berikutnya. Maka ia lalu bertanya pada Vlad dengan tegas,
"Mengapa celanamu kotor?"
"Saya tidak tahu mengapa celanaku bisa begini, Ayah!" jawab Vlad polos.
"Sayangnya, saya tahu mengapa celanamu belepotan lem!" marah Raja Prancis.
Ia lalu menyuruh prajuridnya untuk mengikat Vlad. Putri Michele juga dibawa turun dari menara, dan diikat bersama Vlad di tiang. Putri Michele menangis sedih. Tiba-tiba Vlad berkata,
"Ayah, maafkan perbuatanku. Aku hanya tidak tega melihat Putri Michele dikurung. Sekarang, karena aku akan dihukum, bolehkan aku meminta sebuah permintaan terakhir…”
"Apa yang kau inginkan?" tanya Raja Prancis.
“Di semak-semak hutan lebat, ada sebuah elang kayu. Sebelum saya dikurung di penjara bawah tanah, saya ingin duduk di atasnya untuk terakhir kalinya…”
Raja Prancis setuju dan mengirim prajuridnya ke hutan untuk mencari elang kayu itu. Setelah ditemukan, prajurid memberikannya pada Vlad.
Vlad duduk di punggung elang kayu itu. Dengan gerakan cepat, ia lalu menyambar Putri Michele agar duduk di belakangnya. Belum sempat para pengawal bergerak, elang itu sudah melesat sangat cepat, terbang tinggi ke awan.
Vlad dan Putri Michele berhasil melarikan diri, terbang ke arah Moskow.
Setiba di Moskow, kaisar Rusia sangat senang melihat puteranya kembali dengan elang kayu. Vlad memperkenalkan Putri Michele pada ayahnya.
Beberapa waktu kemudian, Putri Michele menikah dengan Pangeran Vlad. Semua warga Moskow diundang hadir dalam pesta. Motya, Volya dan Kolya pun tak lupa diundang. Mereka semua menari dan menyanyi dengan bahagia.
Teks: Dok. Majalah Bobo / Adaptasi Dongeng Rusia
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR