(Bagian 1)
Bunga pohon apel mempunyai kisah rahasia. Ingatlah cerita ini jika kau melihat bunga-bunga ini di musim semi…
Dahulu kala, ada seorang raja muda yang sangat jago berburu. Namanya Raja Alger. Setiap ada kesempatan, ia akan pergi berburu ke berbagai hutan. Ia akan menjelajah hutan dengan kudanya dari pagi sampai malam.
Suatu ketika, Raja Alger mencoba masuk ke sebuah hutan yang belum pernah ia jelajahi. Karena terlalu asyik menjelajah, Raja Alger tersesat di dalam hutan. Ia berputar-putar di dalam hutan, dan ketika keluar di tepi hutan, ia tak tahu berada dimana.
Kini yang terhampar di depannya hanyalah dataran kosong bagai padang pasir. Raja Alger sangat haus, namun ia tak bisa menemukan mata air atau sungai. Ketika tenggorokannya semakin kering, tiba-tiba ia melihat sebatang pohon apel.
Dia tak tahu darimana datangnya pohon apel itu, namun ia senang sekali. Apel-apel di pohon itu berwarna setengah hijau dan setengah merah. Raja Alger segera turun dari kudanya dan memetik sebutir apel. Ia mengeluarkan pisau kecilnya dan membelah apel itu.
PLOP!
Tiba-tiba saja seorang gadis cantik melompat keluar dari dalam apel itu sambil berteriak, “Air! Air!”
Raja Alger sangat terkejut sehingga ia tak tahu harus melakukan apa. Ia hanya menatap gadis itu tanpa bicara apapun. Tiba-tiba saja, gadis itu pun menghilang dari hadapannya bagai uap.
Ketika Raja Alger sadar kembali, ia segera memetik sebutir apel lagi. Ia membelah apel kedua itu dengan pisaunya. Dan… PLOP! Muncul gadis kedua yang lebih cantik dari yang pertama, sambil berteriak, “Air! Air!”
Raja Alger kembali terkejut dan tidak melakukan apa-apa. Tiba-tiba, gadis itu pun menghilang dari hadapannya bagai uap. Setelah hilang rasa kagetnya, Raja Alger memetik apel ketiga dari pohon. Namun ketika akan membelah apel itu, ia jadi teringat pada kedua gadis tadi. Ia merasa kasihan karena keduanya menghilang di udara.
“Jangan-jangan, ada seorang gadis lagi yang keluar dari apel ketiga ini! Kalau aku tidak punya air, nasibnya akan sama dengan kedua gadis tadi,” gumam Raja Alger.
Maka, ia segera naik ke atas kudanya dan pergi mencari mata air. Raja Alger membiarkan kudanya membawa dirinya kemana saja. Kuda yang sangat dipercayanya itu akhirnya menemukan sungai.
Di tepi sungai, Raja Alger melompat turun dari kudanya. Ia mengambil apel ketiganya tadi, lalu membelah dengan pisaunya.
PLOP! Muncullah gadis ketiga dari dalam apel. Wajahnya sangat cantik. Dengan suara serak ia pun berteriak, “Air! Air!”
Kali ini, Raja Alger tak mau buang waktu. Ia membungkuk mengambil air dengan tangannya dan mengguyur gadis cantik itu. Gadis itu sangat girang.
“Terimakasih, Tuan. Kau telah menyelamatkan nyawaku. Namaku Blossom,” kata gadis itu sambil menggigil kedinginan.
Raja Alger segera menutupi pundak gadis itu dengan jubah kerajaannya. Ia lalu bertanya, “Aku Raja Alger. Dari mana kau berasal, Blossom? Kemana aku harus mengantarmu pulang?”
Seketika wajah gadis itu menjadi sedih. Ia hanya menggelengkan kepalanya. Raja Alger merasa iba padanya.
“Kalau begitu, tunggulah di sini. Aku akan pulang ke istanaku dan kembali lagi ke sini, untuk menjemputmu dengan kereta emasku,” kata Raja Alger.
“Semoga Yang Mulia tidak berubah pikiran,” kata Blossom.
“Aku pasti akan menjemputmu. Janji seorang raja harus ditepati,” kata Raja Alger.
Ia lalu naik kuda dan meninggalkan Blossom di tepi sungai. Dan itulah letak kesalahan Raja Alger. Karena di dekat hutan itu, ada seorang penyihir buruk rupa bernama Bertha. Rupanya, diam-diam Bertha menyaksikan peristiwa Raja Alger dan gadis dari buah apel itu.
Maka, begitu Raja Alger pergi, Bertha muncul di dekat Blossom dan merebut jubah raja yang menutupi pundak Blossom. Ia lalu menyihir Blossom, sehingga tertelan di air sungai dan hilang tanpa jejak. Bertha lalu menutupi kepalanya dengan jubah itu bagai kerudung. Ia menunggu Raja Alger di tepi sungai.
Raja muda tak lama kemudian datang dengan kereta emas. Dengan gembira ia memanggil Blossom,
“Mari naik ke kereta emasku, Blossom. Aku akan membawamu ke istanaku. Kau bisa tinggal di sana selama yang kau inginkan,” kata Raja Alger.
Akan tetapi, betapa terkejutnya Raja Alger keitka melihat wajah asing dibawah jubahnya. Ternyata bukan gadis cantik dari buah apel, meliankan seorang nenek tua yang mengerikan.
“Apakah betul, kau gadis dari buah apel?” tanya Raja Alger tak percaya.
Bertha si penyihir menyeringai dan berkata, “Tentu saja akulah Blossom, gadis dari buah apel itu. Sekarang, Yang Mulia akan memenuhi janji untuk membawaku ke istana, bukan? Atau Yang Mulia akan ingkar janji? Bukankah janji seorang raja harus ditepati?”
Raja Alger tak tahu harus berkata apa. Ia hanya berharap, semoga Blossom hanya sedang mengujinya. Namun hatinya sungguh bingung.
Raja Alger lalu membawa Bertha si penyihir ke istananya. Di istana, sedang ada pesta besar. Ketika para tamu melihat Raja Alger turun dari kereta emas, mereka mengira Raja Alger membawa calon pengantinnya. Karena biasanya, hanya calon pengantin yang dibawa dengan kereta emas.
Akan tetapi, para tamu sangat terkejut ketika melihat bukan gadis cantik yang dibawa Raja Alger, melainkan seorang nenek tua. Beberapa di antara mereka tertawa, namun beberapa yang lain menangis sedih.
Pesta meriah terus berlangsung. Hanya Raja Alger yang murung. Ia tetap menunggu ujian itu akan berakhir, dan si nenek akan berubah menjadi Blossom yang cantik lagi.
Akan tetapi, wajah Bertha yang asli semakin terlihat. Ia tampak semakin mengerikan dan mulai menguasai istana. Raja Alger tak tahan lagi. Begitu pesta usai, ia segera kembali ke kamarnya dan menyendiri sambil melihat ke luar jendela.
Belum lama ia disana, tiba-tiba datanglah seekor merpati putih. Ia masuk lewat jendela dan hinggap di pundak kanan Raja Alger. Merpati putih itu seperti berbisik sedih di telinga Raja Alger,
“Kuuuu kuuuu… kuuu kuuuu…”
Raja Alger semakin menjadi sedih mendengar suara itu. Airmatanya menetes. “Merpati putih, katakan padaku. Apa yang membuatmu datang ke sini?”
Sungguh aneh, tiba-tiba saja merpati itu menjawab dengan suara manusia,
“Dengarkan aku, Yang Mulia. Ini hidupmu. Sejatilah cintamu. Namun sungguh palsu gadis itu.”
Raja Alger sangat terkejut. “Apa yang kau katakan, merpati putih?” tanyanya.
Namun sebelum merpati putih menjawab, terdengar ketukan di pintu kamar,
“Bukalah pintu, Yang Mulia,” kata Bertha si nenek sihir. “Kau bicara dengan siapa?”
Suara penyihir itu membuat Raja Alger takut. Ia sendiri tak tahu, mengapa ia merasa takut.
“Aku tidak bicara dengan siapapun!” kata Raja Alger kemudian.
Merpati putih segera terbang keluar jendela menuju taman. Di saat itu, masuklah si nenek sihir ke dalam ruangan. Ia mencari-cari di seluruh pojok kamar, namun tak menemukan siapapun.
“Ha ha ha… tenang saja, Yang Mulia! Aku akan menemukan, siapa yang kau ajak bicara tadi,” katanya, lalu keluar dari kamar itu sambil membanting pintu.
Raja Alger ingin marah, namun khawatir akan terjadi yang lebih buruk di kerajaannya. Ia mulai menduga kalau nenek itu adalah penyihir, karena ia tampak sangat berkuasa.
(Bagian 2)
Hari berikutnya, Raja Alger berusaha menghindari Bertha. Setelah makan malam, ia segera masuk ke kamarnya dan termenung sedih di jendela. Beberapa saat kemudian, merpati putih itu datang lagi lewat jendela, dan hinggap di pundak Raja Alger. Merpati itu kembali berbisik,
“Kuuuu kuuuu… kuuu kuuuu…”
Raja Alger semakin sedih dan bertanya sambil meneteskan airmata, “Merpati putih, katakan padaku. Apa yang membuatmu datang ke sini?”
Merpati itu kembali menjawab dengan suara manusia,
“Dengarkan aku, Yang Mulia. Ini hidupmu. Sejatilah cintamu. Namun sungguh palsu gadis itu. Blossom yang sejati sedang tertidur. Di pelukan aliran sungai, di sanalah ia berdiam.”
Raja Alger sangat terkejut. “Apa yang kau katakan, merpati putih?” tanyanya.
Namun sebelum merpati putih menjawab, terdengar ketukan di pintu kamar,
“Bukalah pintu, Yang Mulia,” kata Bertha si nenek sihir. “Kau bicara dengan siapa?”
“Aku tidak bicara dengan siapapun!” kata Raja Alger.
Merpati putih segera terbang keluar jendela menuju taman. Di saat itu, masuklah si nenek sihir ke dalam ruangan. Ia mencari-cari di seluruh pojok kamar, namun tak menemukan siapapun.
“Ha ha ha… tenang saja, Yang Mulia! Aku akan menemukan, siapa yang kau ajak bicara tadi,” katanya, lalu keluar dari kamar itu sambil membanting pintu.
Pada hari ketiga, keadaan di istana semakin memburuk. Bertha si penyihir semakin sewenang-wenang seperti dialah penguasa istana.
Begitu selesai makan malam, Raja Alger seperti biasa masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Ia termenung mencari jalan keluar dari masalah itu di depan jendela.
Sementara itu, Bertha ternyata mengendap ke dekat pintu. Ia berjongkok dan mengintip dari lubang kunci. Ia bisa mendengar semua yang terjadi di dalam kamar Raja Alger.
Tak lama, si merpati putih masuk dari jendela dan hinggap di pundak Raja Alger. Seperti hari-hari sebelumnya, ia kembali berbisik,
“Dengarkan aku, Yang Mulia. Ini hidupmu. Sejatilah cintamu. Namun sungguh palsu gadis itu. Blossom yang sejati sedang tertidur. Di pelukan aliran sungai, di sanalah ia berdiam. Dia berbaring sendiri karena kesalahanmu meninggalkannya. Tak ada yang tahu, kapan ia bisa terbangun…”
Raja Alger semakin heran. Ia bertanya dengan hati-hati, “Apa maksudmu, merpati putih?”
Namun sebelum ia menjawab, terdengar lagi ketukan di pintu. Ternyata itu adalah pelayan istana yang sudah dikirim oleh Bertha. Sementara itu, Bertanya ternyata sedang menemui pemburu kerajaan. Ia membawa pemburu itu ke halaman istana.
“Sebentar lagi, akan ada merpati putih keluar dari jendela kamar Raja Alger. Kau harus memanahnya sampai mati. Kalau kau gagal, kau akan kuhukum di penjara!”
Tak berapa lama, tampak seekor merpati putih terbang keluar dari kamar raja. Sementara si pelayan dengan ketakutan tetap mengetuk pintu kamar Raja Alger seperti yang disuruh Bertha. Ketika merpati putih melintasi taman, si pemburu segera memanahnya.
Panah itu tepat mengenai si merpati putih. Merpati yang malang itu terjatuh ke tanah. Si pemburu memungutnya dan menyerahkannya pada Bertha si penyihir. Bertha lagnsung melempar merpati putih itu ke dalam perapian.
“Kau harus hangus, dan sehelai bulu mu pun tak boleh tertinggal! Ha ha ha…” Bertha tertawa penuh kemenangan.
Dan memang tak ada bulu yang tertinggal karena merpati putih itu kini sudah menjadi debu. Namun itu bukanlah akhir. Di rumput tempat si merpati jatuh, ada tiga tetes darah. Di tempat itu, tumbuhlah sebatang pohon apel yang berbunga. Aromanya sangat wangi bagai parfum yang menyebar ke seluruh taman.
Aroma harum itu membuat tukang taman istana Raja Alger tertarik. Pada suatu malam, ia menyirami pohon itu. Ia lalu melihat dalah satu dahan pohon itu berbunga. Tukang taman itu merasa sedih pada si bunga apel.
“Kau terlambat berbunga, bunga apel kecil. Kau akan pernah menjadi buah apel, karena musim gugur sudah datang dan angin akan menerbangkan bungamu dari taman ini…”
Tukang taman akhirnya memetik bunga itu agar terlindung dari angin dingin. “Hidupmu akan lebih lama kalau kuletakkan di vas bunga di rumahku,” gumam si tukang taman.
Dan, itulah yang terjadi. Bunga apel memang hidup lebih lama setelah diletakkan di vas bunga dekat jendela rumahnya.
Namun suatu hari, tukang taman mengalami hal yang aneh. Suatu hari, ia pulang ke rumahnya setelah seharian mengurusi taman istana. Ketika masuk ke rumahnya, ia menyadari ada seseorang yang merapikan rumahnya, mencuci piring dan gelas, merapikan tempat tidur, dan menyiapkan makan malam.
Pondok si tukang taman tertutup setiap hari. Tak ada yang bisa masuk. Tukang taman menjadi sangat heran dan mencari siapa yang masuk ke dalam rumahnya. Namun tak ada seorang pun di dalam rumahnya.
Esok harinya, kejadian itu terjadi lagi. Rumahnya sudah rapi sekali. Semua benda diletakkan pada tempatnya. Namun, lagi-lagi tak ada seorang pun di dalam rumahnya.
Pada hari ketiga, tukang taman menjadi penasaran. Ia sembunyi di balik jendela di halaman rumahnya. Dari situ ia bisa melihat ke dalam rumah. Dan tiba tiba ia melihat kelopak bunga apel jatuh ke lantai. Begitu menyentuh lantai, kelopak bunga itu berubah menjadi gadis cantik.
Gadis itu bekerja dengan sangat cepat dan rapi. Ketika gadis itu sudah lelah bekerja, si tukang kebun membuka pintu rumahnya. Gadis itu seketika berteriak, “Air! Air!”
Saat itu, tukang kenbun sedang memegang gembor yang biasa ia gunakan untuk menyiram tanaman. Maka, ia segera menyiram gadis itu dengan air dari gembor, dari kepala sampai kaki. Gadis itu berteriak gembira, “Terimakasih, Kakek! Kau telah selamatkan hidupku! Tapi, tolong berikan aku baju ganti. Bajuku basah!”
Tukang kebun segera memberikan gadis itu baju-baju milik istriknya yang telah meninggal. Ia lalu lari ke kastil dan menceritakan hal itu pada Raja Alger.
“Yang Mulia, datang dan lihatlah! Di rumahku, ada seorang gadis yang sangat cantik mengunjungi aku!”
Raja Alger sangat terkejut mendengar cerita itu. Ia bergegas pergi ke rumah tukang kebunnya. Raja Alger berdiri di depan rumah tukang kebunnya dan menatap tak percaya. Di depan pondok itu, berdirilah Blossom, si gadis dari buah apel.
“Blossom, kenapa kau bisa berada di sini? Apakah itu bukan kau, yang ada di istanaku?” tanya Raja Alger bahagia.
Blossom segera menceritakan segala yang terjadi padanya. Bahwa Bertha si penyihir telah mendorongnya masuk ke dalam sungai, lalu memakai jubah Raja Alger. Blossom kemudian berubah menjadi merpati, namun Bertha kembali mengalahkannya dengan menyuruh pemburu menembaknya.
“Merpati putih itu adalah aku. Darahku tumbuh menjadi pohon apel yang dahannya sampai ke jendela kamarmu. Kini aku selamat berkat pertolongan tukang kebunmu. Tapi kedua saudaraku masih menjadi merpati putih. Mereka entah ada dimana. Kami bertiga adalah tiga puteri raja yang disihir Bertha. Sihirnya akan hilang kalau ia berhasil dikalahkan.”
Pada saat itu, terbanglah dua ekor merpati putih dan hinggap di pundak Blossom. Mereka adalah kedua kakak Blossom. Mereka gembira melihat adik mereka telah menjadi manusia lagi.
Raja Alger lalu melamar Blossom untuk menjadi ratu dan memimpin kerejaan bersamanya. Raja Alger memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Bertha si penyihir. Bertha berusaha lari, namun pemburu kerajaan memanahnya. Seketika, Bertha berubah menjadi asap dan hilang lenyap di udara.
Pada saat yang sama, kedua kakak Blossom berubah menjadi manusia lagi. Mereka gembira karena bisa hadir dalam pernikahan Blossom dengan Raja Alger.
Teks: Dok. Majalah Bobo / Adaptasi dongeng Eropa
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR