Ulangan Bahasa Indonesia sedang berlangsung di kelas 5 A. Tampaknya anak-anak bekerja dengan cepat. Ketika Pak Awang bertanya apakah sudah selesai, ternyata semua anak sudah selesai mengerjakannya. Jadi Pak Awang menyuruh Erika, ketua kelas, untuk mengumpulkan kertas-kertas ulangan tersebut.
“Pak, masih ada waktu. Bonusnya apa, Pak?” tanya Badu.
“Yesss!” seru anak-anak dengan semangat.
Pak Awang bangkit dari tempat duduknya dan menulis di papan tulis: BELAJAR DARI KESALAHAN
“Siapa yang tidak pernah melakukan kesalahan?” tanya Pak Awang.
Tidak ada murid yang mengangkat tangannya.
“Jadi, semua pernah melakukan kesalahan, termasuk Bapak. Kalau salah, yang penting kita mau memerbaikinya. Kalau berulang-ulang melakukan kesalahan….,” kata Pak Awang.
“Berarti orang itu ndablek. Eeh, maksudnya bandel. Ini saya koreksi sendiri sebelum dikoreksi Lala,” kata Badu. Anak-anak tertawa mendengarnya.
“Badu sadar harus menggunakan Bahasa Indonesia,” kata Pak Awang. Ia senang melihat murid-muridnya aktif dan bersemangat.
“Bapak pernah melakukan kesalahan besar. Pernah ada murid yang suka tidur di kelas. Bapak memarahinya. Eeh, ternyata dia itu sepulang sekolah selalu ke rumah sakit untuk menengok ibunya. Dia membuat PR dan belajar di rumah sakit. Malam hari ia baru pulang bersama ayahnya. Dari kesalahan tersebut, Bapak belajar untuk tidak cepat memarahi murid. Harus diselidiki dulu mengapa ia suka tidur di kelas. Dia tidak perlu dimarahi, teapi perlu dicarikan jalan keluar supaya tidak tidur di kelas!”
Anak-anak bertepuk tangan mendengar cerita Pak Awang.
“Tidak perlu bertepuk tangan. Sekarang secara singkat kalian bergiliran menyampaikan bagaimana kalian belajar melalui kesalahan. Singkatnya saja, ya,” kata Pak Awang.
“Yang sudah siap boleh angkat tangan!”
“Saya pernah masak kacang hijau, teapi kacangnya tidak mau empuk. Saya salah karena memasukkan gula terlalu cepat. Kacang harus pecah dulu baru boleh dimasukkan gula,” kata Lala.
“Waktu baru pindah dari kompleks perumahan Permata, saya pulang ke rumah dan salah masuk rumah orang. Kali lain, saya perhatikan nomor rumahnya dulu. Mama memasang pot anggrek di tiang garasi sebagai pertanda,” kata Hendri.
“Nah, sekarang giliran Badu. Sepertinya pengalaman soal makanan,” kata Pak Awang.
“Teman-teman, kesalahan saya kecil tetapi akibatnya besar. Ketika makan di restoran, saya kebanyakan menuangkan lada. Akibatnya sebagian mi tidak bisa dimakan. Mau beli lagi, uang tidak cukup. Jadi, saya makan tidak sampai kenyang,” kata Badu. “Kalian hati-hati, ya, kalau mau menuangkan lada,” sambung Badu.
“Ha ha ha!” anak-anak riuh tertawa.
“Sekarang giliran Rani,” kata Pak Awang.
“Ketika saya latihan menari, saudara sepupu saya menitipkan kebaya Mama yang baru dijahitkan ibunya. Kebaya itu mau dipakai kondangan hari Minggu. Ketika pulang, saya lupa membawanya. Terpaksa, deh, saya harus hati-hati supaya tidak lupa,” kata Rani.
“Ya, lupa itu bisa sangat berbahaya,” ujar Pak Awang.
“Tetangga kami masak mi instan, lalu pergi ke warung. Akibatnya terjadi kebakaran,” terdengar cerita dari seorang murid.
“Kesalahan melalui kata-kata jug abanyak terjadi. Kadang-kadang orang marah atau sakit hari karena ucapan kita,” ucap Pak Awang. “Kalau itu terjadi, kita harus cepat-cepat minta maaf,” lanjut Pak Awang.
“Ya, Pak. Kita harus berpikir dulu, baru berbicara,” tambah Erika.
“Nah, sudah banyak contoh belajar dari kesalahan,” kata Pak Awang.
“Sebentar lagi bel pulang berbunyi. Masih ada kesempatan untuk satu orang lagi! Ya, Erika belum kebagian. Silakan!”
“Dulu saya selalu membereskan tas sekolah pad apagi hari. Suatu hari, saya lupa membawa buku PR Matematika. Terpaksa telepon ke rumah dan meminta supir mengantarkan. Akibatnya, Mama terlambat datang ke rapat. Sejak itu, saya membereskan tas sekolah pad amalam hari supaya aman.”
“Bagus. Kalian juga bisa belajar dari kesalahan orang lain. Dengan membereskan tas sekolah pada malam hari, kit atidak tergesa-gesa dan cukup waktu untuk memeriksa apakah semua barang yang perlu dibawa tak ada yang tertinggal,” kata Pak Awang.
Teng teng teng! Lonceng pulang berbunyi. Aaah, bonus pelajaran bahasa Indonesia selalu mengasyikkan.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR