Bobo.id – Malam ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya.
Suara tangisan ibu keras sekali terdengar.
Aku tidak tahu karena apa Ibu menangis. Namun, suara tangisnya membuatku ingin menangis juga.
Aku tidak berani mengetuk pintu kamar Ibu. Aku takut mengganggu waktu-waktu sendiri Ibu.
Aku putuskan menunggu di depan pintu dengan isi kepala yang bertanya-tanya sebab ibu menangis.
Tangisnya yang keras kita berubah jadi isakan. Makin lama makin pelan, makin lama makin lambat. Aku dengar ada suara langkah kaki mendekati ibu.
BACA JUGA: Antara Susi, Sushi, dan Kenangan Ibu (Bagian 1
Kriyaat…
Pintu dibuka. Aku tertangkap basah menguping dari balik pintu. Aku lihat mata ibu merah, hidungnya pun merah. Ia membungkuk memelukku.
Di tangannya sudah ada tas kecil yang dijinjing. Biasanya tas ini dibawa saat kami berjalan-jalan dengan Ayah. Mau jalan-jalan kemanakah semalam ini?
Ibu tidak berkata apa-apa. Aku pun tidak berani bertanya apa-apa. Ibu menggenggam tanganku meninggalkan pintu kamar yang daritadi kutunggui hampir setengah jam.
Setelah meninggalkan kamar, ternyata aku dibawa meninggalkan pintu ruang depan, kemudian pergi menjauhi pintu gerbang. Sekali lagi aku bertanya dalam hati,”Mau ke manakah kita?”
Ibu memberhentikan sebuah taksi. Kami masuk.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR