Bobo.id - Dram… tam…tam. Dram… tam..tam. Bunyi gendang tasa dan dol ditabuh berdentam-dentam.
Puluhan ribu orang berduyun-duyun mengiringi arak-arakan Tabuik menuju pantai Gondoriah hingga matahari terbenam.
Tabuik merupakan tradisi memperingati gugurnya cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husein dalam perang Karbala.
BACA JUGA : Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Tempat Tinggal Raja yang Dijadikan Pusat Budaya dan Wisata
Tabuik
Tabuik atau tabut merupakan salah satu acara adat terbesar di Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat.
Acara ini diadakan setiap tahun pada bulan Muharram.
Tabuik (dalam bahasa Minang) atau tabut (bahasa Indonesia) menurut kamus merupakan arak-arakan untuk memperingati terbunuhnya Hasan dan Husen (cucu Nabi Muhammad).
BACA JUGA : Sala Lauak, Makanan Gurih Asal Pariaman
Yang disebut tabuik dalam acara ini merupakan bangunan menara dari bambu yang dihiasai kertas warna-warni.
Tabuik ini melambangkan tandu jenazah yang diusung oleh makluk surga, yaitu bouraq yang digambarkan kuda bersayap, berbadan tegap, dan berkepala manusia (wanita cantik).
Menara tabuik terlihat sangat indah dengan bunga-bunga kertas raksasa di atasnya.
Sejak 1824
Di Pariaman, tradisi Tabuik sudah dimulai sejak tahun 1824.
Kala itu, Tabuik diadakan oleh para pedagang Islam dari Bengkulu, Aceh, juga dari India dan Arab.
BACA JUGA : Porsi Dibungkus Lebih Banyak, inilah 3 Fakta Seputar Rumah Makan Padang
Menurut sejarah, acara Tabuik merupakan tradisi memperingati dan meratapi gugurnya Hasan dan Husein dalam perang di padang Karbala (sekarang Irak).
Di Indonesia, selain di Pariaman, tradisi mengenang peristiwa gugurnya cucu nabi Muhammad ini juga diadakan di Bengkulu.
Sekarang, acara Tabuik sudah menjadi kegiatan pariwisata.
Dihoyak
Dihoyak alam bahasa Minang artinya digoyang-goyang.
Rangkaian adat Tabuik di Pariaman diawali dengan upacara mengambil atau ma-ambiak tanah yang dilakukan pada tanggal 1 Muharram.
BACA JUGA : Randai, Permainan Khas Minang yang Menggabungkan Silat dan Musik
Setelah itu dilanjutkan acara menebang atau manabeh batang pisang.
Kemudian mengarak atau ma-arak jari-jari, mengarak sorban atau ma-arak saroban, tabuik naik pangkat atau menyusun rangkaian menara tabuik, dan puncaknya adalah menggoyang atau ma-hoyak tabuik sambil diarak menuju pantai Gondoriah.
Menjelang waktu magrib, acara tabuik harus sudah selesai.
Tabuik berharga ratusan juta pun dirobohkan dan dibuang ke laut.
BACA JUGA : Mau Lihat Festival Kurma Terbesar di Arab Saudi? Festival Buraidah Namanya
Lihat video ini juga, yuk!
(Teks : Sigit Wahyu)
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR