Bobo.id - Maria Walanda Maramis, apakah kamu pernah mendengar nama beliau?
Beliau adalah salah satu pahlawan nasional perempuan, teman-teman. Beliau berjuang untuk hak perempuan di Indonesia.
Maria Walanda Maramis lahir dengan nama Maria Josephine Catherina Maramis.
Pahlawan perempuan Indonesia ini lahir di Minahasa, Sulawesi Selatan pada tahun 1872. Ia tinggal di desa Kema.
Semasa kecil, ia mendengar cerita dari pembuat kopra atau kelapa kering, tentang orang Bugis yang berlayar ke sana.
Pembuat kopra itu mengatakan kalau orang Bugis itu bersaudara dan sebangsa dengan mereka yang ada di Minahasa.
Baca Juga : Inilah 3 Sikap Kepahlawanan yang Dimiliki Orang
Mendengar cerita itu, Maria semakin bangga dan semangat karena tahu kalau ia punya saudara sebangsa di tempat lainnya.
Saat kecil, desa tempatnya tinggal terserang wabah penyakit kolera. Orangtua Maria pun meninggal dunia, teman-teman.
Maria dan dua saudara kandungnya kemudian diasuh oleh pamannya Ezau dan bibinya Johana.
Nah, setelah lulus dari Sekolah Desa, Maria tidak diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah karena ia seorang perempuan dan tidak berasal dari keluarga yang punya posisi penting di pemerintahan.
Yap, di masa lalu memang tidak semua orang bisa bersekolah, teman-teman.
Saat dewasa, Maria menikah dengan Jozef Frederik Calusung Walanda, seorang guru yang menempuh pendidikan di Ambon.
Baca Juga : Mengapa Ada Gambar Pahlawan di Uang Rupiah?
Dari sinilah nama Maria berubah menjadi Maria Walanda Maramis, mengikuti nama suaminya.
Jozef sangat mendukung kemauan Maria untuk belajar, lo. Ia mengajari istrinya bahasa Belanda dan membelikan buku-buku untuknya.
Maria kemudian ingin membuat pergerakan yang bisa membuat perubahan untuk nasib kaum perempuan.
Ia ingin membebaskan perempuan dari adat yang tidak menguntungkan dan pola pendidikan Belanda.
Akhirnya, pada 8 Juli 1947, Maria mendirikan perkumpulan yang namanya PIKAT, singkatan dari Percintaan Ibu kepada Anak Temurunnya.
Baca Juga : Pahlawan Nasional: Lafran Pane
Perkumpulan ini seperti sekolah, teman-teman. Di sana, perempuan diajarkan tentang kerumahtanggaan, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan bahasa Belanda.
Hebatnya, PIKAT ini kemudian mempunyai cabang di banyak tempat selain di Minahasa, lo.
Ada Gorontalo, Poso, Donggala, Makassar, dan beberapa tempat di Jawa dan Kalimantan.
Karena dulu masih banyak yang hanya menggunakan bahasa daerah, Maria menganjurkan teman-temannya bisa bahasa Melayu saat berpidato atau bicara dengan orang asing.
Bahasa Melayu memang ibu dari bahasa Indonesia, teman-teman.
Maria dikenal selalu mengenakan pakaian daerah, yaitu kain, dan kebaya putih, lo. Menurutnya, ini adalah cara mempertahankan identitas bangsa.
Baca Juga : Cergam Bona: Cerita Pahlawan
Tidak sampai disitu saja, Maria memperjuangkan agar perempuan punya hak pilih dan dipilih dalam pemerintahan.
Akhirnya di tahun 1921, pemerintah di Batavia membolehkan perempuan memilih anggota Minahasa Raad atau Dewan Minahasa.
Maria Walanda Maramis wafat pada tanggal 22 April 1924, dalam usia 52 tahun.
Namun semangatnya tetap diteruskan oleh para anggota PIKAT, sampai akhirnya di tahun 1930, perempuan boleh menjabat di Locale Raden atau Dewan Perwakilan Daerah.
Dalam sebuah kutipan belia yang terkenal, Maria Walanda Maramis mengatakan kalau kita tidak boleh menyerah pada keadaan yang ada.
Semangatnya harus selalu kita teladani, ya, teman-teman!
Baca Juga : Pahlawan Nasional: Laksamana Malahayati
Yuk, lihat video ini juga!
Source | : | kompas klasika |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR