Umumnya Devi mengalami hari-hari yang menyenangkan. Ayah ibunya dan kakak serta adiknya menyenangkan. Mereka hidup rukun dan kecukupan. Kawan-kawan di sekolah baik-baik dan angka rapornya cukup baik. Namun, bila Tante Mia datang, wajah Devi menjadi masam. Tante Mia adalah saudara sepupu Ibu. Sekali-sekali ia datang, bahkan kadang-kadang ia menginap semalam. Dan bila hal itu terjadi Devi merasa seakan-akan dunia mau kiamat.
Melihat Tante Mia, Devi merasa jijik. Rambutnya sudah banyak uban walaupun usianya baru tiga puluh tujuh. Dahinya berkerut-kerut dan wajahnya menyiratkan penderitaan serta pakaiannya lusuh. Walaupun demikian, Ibu selalu menyambutnya dengan baik dan Ayah bersikap hormat padanya. Tante Mia pun selalu memberi perhatian, menanyakan tentang sekolahnya atau apakah Devi masih hobi mengumpulkanprangko atau memuji potongan rambut Devi.
Setiap kali datang ia selalu berkeluh-kesah tentang suaminya yang menganggur, ketiga anaknya yang butuh biaya sekolah, mana mereka bergantian sakit, dan sebagainya. Kadang-kadang ia bercerita tentang masa kanak-kanaknya yang bahagia ketika ayahnya masih mempunyai toko kelontong yang ramai. Atau mengulang peristiwa ketika toko ayahnya dibakar tetangga dan mereka jatuh miskin.
Dengan sabar Ibu mendengarkannya dan menghiburnya. Ketika Tante Mia pulang, Ibu membekalinya uang dan bahan makanan seperti mie instan, susu, gula, kecap, ataupun Iain-Iain. Bila Tante Mia sudah pulang, Devi merasa lega dan bahagia lagi. Pernah Devi berterus terang pada Ibu mengenai perasaan tidak senangnya pada Tante Mia.
"Ah, Devi tak boleh begitu. Dia, kan, saudara sepupu Ibu. Waktu Ibu masih kanak-kanak, Ibu paling senang kalau diajak ke rumahnya. Di rumahnya banyak mainan bagus-bagus. Bila kami datang, ibunya selalu memanjakan kami. Membelikan coklat, es krim, mie goreng, dan membelikan kami mainan atau baju baru. Sayang, mereka jatuh miskin karena toko mereka kena musibah. Kalau tidak, tentu keadaan Tante Mia jauh lebih baik," Ibu menjelaskan dengan panjang lebar.
Devi bisa memahami penjelasan itu. Akan tetapi ia tetap tidak bisa mengubah perasaan kurang senangnya. Malah ia malu mempunyai famili seperti Tante Mia.
Suatu hari sepulang Devi dari sekolah, Tante Mia sudah ada di rumahnya.
"Devi baru pulang sekolah? Duh, kamu ini, makin besar makin cantik saja. Sama seperti ibumu dulu!" kata Tante Mia. Devi tersenyum masam. Tante Mia memberikan satu bungkusan pada Devi.
"Devi, Tante tak bias memberikan apa-apa. Tapi Tante ingin memberikan bahan murahan ini untukmu. Ya, lumayan untuk pakaian tidur," kata Tante Mia.
Devi enggan menerimanya, tapi tangan Tante Mia tetap terulur dan Ibu berkata, "Terimalah Devi. Ucapkan terima kasih. Itu tanda Tante Mia menyayangimu!" Devi melakukan perintah Ibu.
Kemudian ia berganti pakaian dan makan siang. Dengan terpaksa ia menawarkan Tante Mia makan. Dalam hati ia kesal. Pasti Ibu sibuk meladeni Tante Mia. Padahal ia perlu minta pendapat mengenai kado ulang tahun untuk Sinta dan minta baju baru untuk pergi ke pestanya.
Setelah makan, Devi minta izin pada Ibu untuk pergi ke rumah Ros. la akan membuat PR di sana. Ibu maklum dan member izin.Di rumahnya Ros masih sibuk bermain dengan kucingnya. Ia membuat bola kertas yang diikatdengan tali rafia. Seekor kucing berusaha menggapai bola kertas yang diangkat agak tinggi oleh Ros. Kadang-kadang Ros menurunkan bola kertas itu sampai ke lantai.
"Hayo, Bemo, tangkap-tangkap. Kamu perlu olahraga!" kata Ros sambil tertawa-tawa.
"Sebentar lagi buat PR-nya, ya. Kucing-kucingku yang manja ini perlu diberi perhatian," kata Ros.
Tiga anak kucing sedang bersandar manja dekat seekor induk kucing. Yang seekor sedang menyusu dengan lahap. Dalam hati Devi berkata, "Heran, sama hewan, kok, sayang amat! Ada berapa ekor sih kucingmu?" tanya Devi.
"Tiga yang besar dan tiga anak kucing. Lucu, Io, kucingku itu. Yang punya anak dua ekor ,namanya si Meti. Bulunya putih kuning. Dia bersih dan cantik. Anaknya namanya si Belang dan si Mulus. la ibu yang kurang bertanggung jawab. Kadang ia menghilang beberapa jam dan hari ini ia pun sedang jalan-jalan. Jadi kedua anaknya dekat dengan bibinya, si Bundel. Tuh si Mulus sedang asyik menyusu pada bibinya. Anak kucing yang kelabu itu anak si Bundel. Sama jeleknya seperti induknya, ya. Tapi, biar jelek si Bundel itu ibu yang baik. Dan ia juga tante yang baik. Mau saja ia menyusui dan bermain dengan si Mulus dan si Belang, padahal itu bukan anaknya," demikian cerita Ros.
Devi terdiam. Dia teringat Tante Mia. Tante Mia juga jelek, tapi ia sayang pada Devi. Buktinya ia selalu member perhatian. Malah walaupun hidupnya berkekurangan, tadi iamemberikan bahan pakaian untuk Devi. Dan kucing si Ros juga bias bersikap baik pada sesama kucing, seperti si Bundel. Padahal kucing itu tidak mempunyai otak seperti manusia. Dalam hati Devi berjanji untuk bersikap lebih manis pada Tante Mia.
Setelah selesai membuat PR, Devi pulang. Tante Mia tidak kelihatan. Menurut Ibu mereka tidak akan bertemu Tante Mia lagi selama 3 tahun. la akan bekerja menjadi pembantu rumah tangga di Singapura. Dengan demikian ia bisa membiayai kebutuhan anak-anaknya lebih baik. la rela bekerja demikian jauh demi masa depan anak-anaknya.
Tak terasa air mata Devi menetes. Kini perasaan tidak sukanya pada Tante Mia sudah lenyap. Hatinya dipenuhi oleh kasih dan belas kasihan. Suatu waktu ia akan mengajak Ibu ke rumah anak-anak Tante Mia dan memberikan tabungannya untuk mereka. Devi sudah belajar tentang mengasihi dari kucing.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR