Suatu hari, Ali mendapat ide untuk membagi harta kecil mereka. Ia berkata pada kakaknya,
“Lihatlah dua kandang sapi yang dibangun Ayah dulu. Yang satu masih baru, yang lain sudah reot. Mari kita bagi sapi warisan Ayah. Sapi yang kembali ke kandang baru, akan menjadi milikku. Yang kembali ke kandang lama, akan menjadi milikmu.”
"Oh, tidak, Ali," jawab kakaknya, "Mereka yang kembali ke kandang tua akan menjadi milikmu."
Ali setuju. Sapi-sapi warisan ayah mereka dilepas ke padang rumput. Ketika kembali, semua sapi itu masuk ke kandang yang baru, kecuali seekor sapi tua yang sudah buta. Ali tidak mengeluh dan menyesali apapun. Ia bersyukur atas sapi yang menjadi miliknya. Setiap hari, ia mengantar sapi butanya ke padang rumput, dan kembali secara teratur setiap malam.
Baca Juga : Cheese Fondue khas Swiss, Awalnya Makanan Musim Dingin Petani, lo!
Suatu hari, ketika Ali sedang duduk di tepi jalan, angin bertiup kencang. Ketika melewati pohon, cabang-cabang pohon sampai membungkuk. Di saat yang sama, terdengar bunyi berderit dan bersiul. Semakin kencang angin bertiup, semakin kencang bunyi siulan terdengar.
Ali menjadi curiga dan memeriksa pohon itu. Ia melihat ada rongga-rongga di batang pohon besar itu. Karena penasaran, Ali mengambil kapak dan memotong dahan di dekat rongga.
CRING CRING!
Betapa terkejutnya Ali ketika melihat koin-koin emas berjatuhan dari rongga batang itu. Ali segera pulang dan meminjam seekor lembu dari kakaknya. Ia memasang gerobak di belakang lembu. Ia juga membeli beberapa karung yang diisi tanah dan kembali ke pohon tadi.
Baca Juga : Mumi Berusia 3.000 Tahun Ditemukan Dalam Keadaan Hampir Sempurna
Setiba di dekat pohon itu, Ali mengosongkan karung berisi tanah tadi dan mengisinya dengan koin-koin emas. Sekembalinya ke rumah, ia membagi emasnya dengan kakak dan ibunya. Semua kagum melihat harta Ali.
Ali lalu meminjam timbangan pada Kepala Desa. Sang Kepala Desa ingin tahu apa yang ditimbang oleh Ali. Maka, ia mengoles lem di permukaan timbangan. Ketika alat timbangan itu dikembalikan, ada satu koin emas melekat di sana. Kepala Desa terkejut dan sadar apa yang ditemukan Ali.
Dalam waktu singkat, seluruh warga desa tahu tentang keberuntungan Ali. Ali dan kakaknya malah bingung karena memiliki begitu banyak emas. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan itu. Akhirnya, mereka mengambil sekop, menggali lubang yang dalam, dan mengubur koin-koin emas itu. Kakak Ali lalu membangun rumah di hutan. Ali lalu bergegas pulang untuk menjemput ibunya.
Baca Juga : Lihat Cara Membuat Tempat Pensil Kelinci Agar Meja Belajar Rapi!
Sementara itu, Kepala Desa melihat Ali dan kakaknya yang pergi. Ia berpikir, mereka pasti tidak mengunci pintu rumah. Itu adalah kesempatan untuk melihat apa yang dimiliki Ali dan kakaknya. Maka, ia menyuruh salah satu pelayannya untuk masuk ke rumah Ali.
Ali tiba di rumah. Ia berpikir sebentar.
“Supaya tidak ada pencuri yang masuk ke pintu rumahku, aku harus membawa pintu rumahku!”
Maka, Ali segera mencopot pintu rumahnya. Ali mengikat ibunya di pintu rumah dengan kain panjang. Ia lalu pergi dengan mendorong pintu rumah dan ibunya. Tak lama kemudian, ia bergabung kembali dengan kakaknya di hutan.
Baca Juga : Lihat Cara Membuat Tempat Pensil Kelinci Agar Meja Belajar Rapi!
Pelayan Kepala Desa sangat terkejut ketika melihat rumah Ali yang tak berpintu. Ia bergegas pulang dan melaporkan hal itu pada Kepala Desa. Karena penasaran, Kepala Desa datang sendiri ke rumah Ali. Betapa terkejutnya ia saat melihat rumah itu tak berpintu.
“Ali pasti berpikir, jika membawa pintu rumah, tak akan ada maling yang bisa membuka pintu dan masuk ke rumahnya!” ujar Kepala Desa geram.
Ia sadar, Ali yang botak, kakak, dan ibunya telah pergi dari rumah itu bersama semua emas mereka. Kepala Desa segera mengumpulkan tiga orang penjaga istal kudanya. Ia menyuruh mereka mencari Ali yang botak dan merampas emasnya.
Baca Juga : Jangan Sampai Tertukar, Ini Bedanya Kunyit, Laos, Jahe, dan Kencur
Sementara itu, Ali merasa bosan berada di hutan. Maka ia pamit pada kakak dan ibunya untuk pergi bertualang. Ali tak lupa membawa pintu rumahnya di punggungnya.
Ketika sedang berjalan, tiga penunggang kuda mengejarnya. Mereka adalah penjaga istal Kepala Desa yang ingin merebut emas Ali. Ali ketakutan dan tak ingin tertangkap. Ia tak ingin kakak dan ibunya berada dalam bahaya. Maka, ia segera berlari cepat, menjauh dari tempat itu. Ia lalu memanjat pohon bersama pintu rumah di punggungnya.
Hari mulai gelap dan para penunggang kuda tak berhasil menemukan Ali.
“Pak Kepala Desa akan marah kalau kita kembali tanpa hasil,” kata salah satu penunggang kuda.
Ia berdiri tepat di bawah pohon tempat Ali bersembunyi. Ali sangat ketakutan. Tiba-tiba saja, tali yang mengikat pintu di punggung Ali, menjadi longgar. Pintu itu pun jatuh dan menimpa si penunggang kuda.
Baca Juga : Maori Hangi, Tradisi Memasak dengan Oven Bawah Tanah, Cari Tahu, yuk!
“Pintu jatuh dari langit! Cepat lariii... Kahyangan runtuh!” teriak dua penunggang kuda lainnya sambil memacu kudanya pergi dari sana.
Penungung kuda yang tertimpa pintu sangat ketakutan. Ia berusaha keluar dari bawah pintu, dan naik ke kudanya, lalu menyusul kedua temannya.
Ali sangat lega, dan turun dari pohon. Melihat kebodohan ketiga penunggang kuda tadi, Ali menyadari kebodohannya sendiri. Ia menyandarkan pintu rumahnya di pohon, lalu berjalan pergi. Kini, ia merasa letih dan lapar.
Ia berjalan pelan-pelan dan sampai di sebuah desa. (Bersambung...)
Cerita: Arsip Majalah Bobo
Penulis | : | Sepdian Anindyajati |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR