Mabuug-buugan, Mandi Lumpur untuk Mendekatkan Diri dengan Pertiwi

By Iveta Rahmalia, Selasa, 20 November 2018 | 18:05 WIB
Warga desa Kedonganan usai mengikuti tradisi mebuug-buugan (mandi lumpur) di lolohan (aliran) mangrove di kawasan desa kedonganan, Badung, Kamis (10/3/2016). (TRIBUN BALI/RIZAL FANANY)

Bobo.id - Kalau di Seoul, Korea Selatan, ada festival mandi lumpur Boryeong Mud Festival, di Bali juga ada tradisi mandi lumpur yang disebut mabuug-buugan.

Bedanya, kalau dalam festival mandi lumpur di Korea tujuannya untuk seru-seruan, mandi lumpur mabuug-buugan di Bali merupakan tradisi untuk mendekatkan diri dengan tanah atau pertiwi sebagai sumber kehidupan dan kemakmuran.

Beraktivitas dengan Lumpur

Mabuug-buugan berasal dari kata buug dalam bahasa Bali berarti tanah atau lumpur.

Sehingga mabuug-buugan berarti beraktivitas dengan tanah atau lumpur.

Bagi masyarakat pedesaan di Bali, beraktivitas dengan lumpur memang sudah menjadi kebiasaan para petani saat menggarap sawah ketika hendak ditanami padi.

Baca Juga : Maulid Nabi di Takalar, Warna-warni Kapal Tradisi Maudu Lompoa

 

Setelah sawah dicangkul, tanah lalu dicacah dan digenangi air sehingga menjadi lumpur.

Setelah areal sawah berlumpur dan rata, barulah sawah siap ditanami dengan bibit padi.

Nah, pada saat orang tua bekerja, anak-anak pun ikut ke sawah untuk membantu orang tua mereka.

Tetapi berhubung di sawah banyak air dan lumpur, maka anak-anak pun malah lebih suka bermain air dan lumpur.

Tanda Dimulainya Menggarap Sawah

Menjelang hari raya Nyepi tiba, para petani yang memeluk agama Hindu di Bali pada umumnya sudah mulai sibuk menyiapkan upacara-upacara.

Praktis selama beberapa hari mereka sudah jarang bekerja di sawah. Baru setelah hari Nyepi usai, mereka akan kembali ke sawah.

Baca Juga : Grebeg Maulud, Tradisi Berebut Gunungan Saat Perayaan Maulid Nabi

Sebagai tanda dimulainya lagi menggarap sawah, maka beberapa desa adat mengadakan keramaian, yaitu tradisi mabuug-buugan.

Mabuug-buugan biasanya diisi dengan berbagai acara seru. Seperti lomba lari di lumpur, lomba menangkap bebek, perang lumpur, dan lainnya.

Sayangnya, tradisi bermain lumpur tersebut sudah lama punah. Mungkin, tradisi tersebut kurang diminati karena dianggap kotor dan jorok.

Sempat Punah

Tradisi ini pernah punah mulai tahun 1963-2015 akibat meletusnya Gunung Agung dan Peristiwa G/30/S PKI. 

Setelah lama punah, tradisi mabuug-buugan itu akhirnya dihidupkan lagi di Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.

Sejak tahun 2015, tradisi mabuug-buugan diadakan lagi di daerah rawa-rawa di kawasan hutan bakau Kedonganan.

Baca Juga : Mengenal Tradisi Messalu Lembang, Ritual Menolak Gempa di Mamasa

Dengan mengenakan kain setinggi pinggang, peserta melumuri tubuhnya dengan lumpur.

Sesekali mereka juga melempari rekan mereka dangan lumpur, sehingga seperti sedang terjadi perang lumpur.

Usai bermain lumpur, mereka berlari bersama menuju Pantai Kedongan untuk membersihkan diri. Wah, seru, ya, acaranya.

(Sigit Wahyu)

Lihat juga video ini, yuk!