Kini, Le melihat dua ekor naga menggeliat, dan menarik gerobak dengan tong besar di dalamnya. Setiap gerakan ekor mereka terdengar seperti bunyi cambuk yang mencetar. Tong itu penuh dengan air, dan tampak beberapa pria mengangkat tong itu dan memercikkan airnya di atas awan.
Orang-orang ini tercengang melihat Le, namun pria besar itu berseru, “Dia temanku!”
Kemudian mereka memberi Le sendok untuk membantu mereka memercik air keluar. Saat itu, musim kemarau yang sangat kering. Le hati-hati memegang sendok itu, dia berhati-hati untuk memercik air sehingga agar bisa jatuh di sekitar rumahnya sendiri.
Pria besar itu akhirnya bercerita pada Le bahwa ia sebetulnya Dewa Guntur. Dia dihukum selama tiga tahun akibat lalai mengurus hujan. Hukumannya baru saja berakhir.
Baca Juga: Bagaimana Cara agar Keberagaman Suku Bangsa Indonesia Bisa Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan?
“Sekarang, inilah waktunya kita untuk berpisah,” kata pria besar yang adalah Dewa Guntur itu.
Ia lalu mengambil tali panjang yang tadi digunakan untuk tali kekang gerobak. Le mencengkeramnya erat-erat, agar dia bisa diturunkan ke bumi. Le takut sekali, tetapi Dewa Guntur berkata itu tidak bahaya. Dia lalu menurunkan Le.
Sesaat kemudian, Le sudah berada di desa kelahirannya lagi dalam keadaan selamat. Tali itu lalu ditarik lagi ke awan dan tidak kelihatan lagi.
Selama itu, kekeringan di negeri itu telah berlanjut cukup panjang. Hujan yang turun hanya sedikit. Namun di desa Le, mata air selalu menyembur banyak.