Asal Tahu Caranya

By Sylvana Toemon, Kamis, 17 Mei 2018 | 02:00 WIB
Asal Tahu Caranya (Sylvana Toemon)

Tiga sekawan, Luki, Anto, dan Maman pulang dari sekolah. Di tepi jalan mereka berhenti sejenak di depan toko kecil yang tampak semarak. Toko itu menjual buah-buahan. Akan tetapi, bukan buah-buahan yang menarik perhatian mereka. Sebuah white board bertuliskan: DICARI ANAK LAKI-LAKI. JAM KERJA 17.00 - 20.00. HONOR RP 50.000,-/BULAN.

“Wah, kalau aku bisa bekerja di sana, aku bisa membayar uang sekolahku sendiri. Beban orang tuaku menjadi ringan," kata Maman.

"Aku pun mau. Tapi, tak mungkin. Seminggu tiga kali aku latihan bulu tangkis!" kata Luki .

"Mari kita coba!" ajak Anto.

"Kamu juga mau bekerja?" tanya Luki dan Maman serentak.

Rasanya tak bisa dipercaya. Ayah Anto seorang pengusaha. Mana mungkin Anto diizinkan menjadi pelayan di toko buah-buahan? Anto hanya tersenyum.

"Kita melamar pekerjaan bertiga.Tapi nanti Maman yang akan bekerja di sini. Ayo, kita masuk," kata Anto dengan semangat.

Ketiga sekawan itu masuk ke toko. Duh sejuknya, ada lemari  pendingin dan ruangan ber-AC. Dan harumnya jeruk, cempedak, dan pisang singgah di hidung.

"Selamat  siang, Pak. Kami melihat iklan di depan. Kami mau melamar pekerjaan!" Anto memulai.

Maman dan Luki mengangguk hormat pada seorang bapak yang gemuk pendek. Seorang wanita gemuk sedang melayani pembeli. Rupanya wanita itu isteri pemilik toko.

"Hm. Ya... mari duduk dulu!" ajak si bapak gemuk. "Panggil saya Pak Tri!"

Pak Tri mengajak ketiga anak itu ke bagian belakang toko. Mereka duduk di sofa.

"Saya perlu satu anak saja.  Pada sore dan malam banyak pengunjung,  karena orang sudah pulang kantor. Sudah ada enam pelamar sejak tadi, tapi belum ada yang memenuhi syarat.  Kalian bersedia dites?" Pak Tri menjelaskan.

"Baiklah, akan saya berikan soal tesnya. Sebelumnya baiklah kalian minum dulu. Mungkin haus karena pulang dari sekolah dan di luar udara panas," kata Pak Tri yang mengambilkan air mineral tiga gelas.

Tak lama kemudian masing masing anak itu sudah memegang sehelai kertas dan sibuk mengisi jawabannya.  Pertanyaannya cuma 3 buah:

1. Bila satu kg apel harganya Rp200,- Berapa harga 3 kg apel?

2. Satu kg jeruk harganya Rp20.000,- Berapa harga 5 kg jeruk?

3. Bila ada seorang ibu berbelanja, ketika ia pulang apa yang kamu katakan?

Tak lama kemudian ketiga anak itu selesai. Pak Tri membaca hasil test itu. Maman, Anto, dan Luki berdebar-debar. Seperti tes sekolah. Rasanya ingin tahu hasilnya.

Beberapa saat kemudian, Pak Tri bertanya, "Yang mana di antara kalian bernama Anto?"

"Saya, Pak Tri!" Anto menunjuk tangan.

"Kamu boleh bekerja di sini, Anto. Kapan kamu bisa mulai?" tanya Pak Tri.

Anto tersenyum. Maman dan Luki heran. Rasanya mereka tak salah hitung. Mengapa Anto yang diterima? Apa kelebihannya?

"Pak Tri, boleh kami tahu apakah jawaban kami salah?" tanya Maman dan Luki.

Pak Tri menjawab, "Kalian tidak salah hitung, hanya Anto lebih cerdik. Baik, coba kalian dengar apa jawaban Anto."

"Pertanyaan pertama. Satu kg apel Rp 200,- Berapa harga 3 kg apel?  Kalian menjawab Rp 600,- Anto menjawab: Tak mungkin, mana ada apel sekilo Rp 200,- Harga apel ribuan rupiah per kilo."

"Pertanyaan kedua. Satu kg jeruk harganya Rp 20.000,- Berapa harga 5 kg jeruk. Kalian menulis Rp 100.000,- sedangkan Anto menjawab: Harganya terlalu mahal. Tak akan ada yang mau beli."

"Jawaban atas pertanyaan ketiga. Kalian menulis: Terima kasih. Anto menjawab: Terima kasih, Bu. Sering-sering belanja ke sini. Buah-buahan di sini jaminan mutu."

Maman dan Luki mengangguk-angguk mengerti.

"Kalian mengerti, bukan? Saya perlu orang yang otaknya cerdas dan juga harus rajin. Jadi, Anto, kapan kamu bisa mulai?  Lebih lekas lebih baik."

"Maaf, Pak Tri. Sebetulnya, yang perlu membantu ekonomi keluarganya adalah Maman. Bagaimana kalau Pak Tri mencoba menerima Maman? Saya yakin ia bisa bekerja dengan baik dan rajin," kata Anto. "Saya akan membantu Pak Tri dengan lain cara."

"Dengan cara apa?" tanya Pak Tri heran.

"Pertama,  saya akan mengajarkan Maman cara melayani pelanggan dengan baik. Saya akan mendampinginya selama seminggu tanpa dibayar. Kedua, akan saya minta Ibu saya dan  kelompok arisannya untuk berbelanja di sini. Ketiga, saya akan minta tolong pada staf di kantor Ayah, agar mencoba belanja di sini. Kalau pelayanan di sini bagus dan harga bersaing, pasti mereka akan kembali, kan!"Anto menjelaskan dengan yakin. Lalu ia memberikan kartu nama ayahnya.

"PT Kencana Wijaya!" desis Pak Tri. "Distributor bahan-bahan kimia."

Pak Tri menggeleng-gelengkan kepala.

"Anak zaman sekarang. Kecil-kecil sudah pandai berkomunikasi dengan orang dewasa. Nah, baiklah kuikuti saranmu. Maman boleh bekerja di sini. Kapan Maman bisa mulai?"

"Terima kasih, Pak. Besok bisa saya kira!" jawab Maman.

Tak lama kemudian dengan wajah berseri-seri ketiga sekawan itu keluar dari toko. Maman mengucapkan terima kasih pada kawannya.

"Kamu, kok, pandai amat, sih!" kata Luki pada Anto.

"Ah, bukan pandai. Asal tahu caranya saja. Sebetulnya tidak ada yang sukar, asal kita mau berpikir positif. Tadi Maman bilang ingin bekerja. Jadi saya berdoa dan memikirkan caranya supaya Maman diterima. Nah, Tuhan mendengar doa yang saya panjatkan. Sederhana saja, bukan?" kata Anto.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.