"Aku bisa. Kalau aku tinggal di sini, aku bisa menemanimu main catur!" kata Iva dengan semangat.
"Ah, kamu main caturnya payah. Lebih seru main dengan Papa. Kalau main dengan kamu pasti aku menang terus!" kata Doni.
Oma sibuk merajut sambil memasang telinga. Sesudah kedua anak itu makan, Oma menyediakan puding coklat.
"Ohh, puding kesukaan keluarga. Sama seperti buatan Mama dulu. Sudah lama aku tidak mencicipinya!" kata Iva senang.
"Tentu saja sama. Mamamu, kan, belajar dari Oma. Nanti Oma akan berikan resepnya pada Mami Ti," kata Oma.
Lalu Iva bercerita tentang peristiwa pingsannya di sekolah dan perasaan segannya untuk bercerita pada Mami Ti. Juga bahwa Mami Ti tidak seperti Mama. Oma mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Kamu tak bisa selalu membandingkan Mama dengan Mami Ti. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Yang penting dua-duanya sayang padamu. Cuma, karena Mami Ti masih baru, banyak hal yang dia belum tahu. Kamu harus bersikap terbuka. Katakan sejujurnya apa yang kamu suka dan apa yang tidak. Kita bersyukur Eli lekas menyesuaikan diri. Kalau hubunganmu dengan Mami Ti sudah erat, Doni juga boleh pulang ke rumah. Nah, kalian bisa menjadi keluarga utuh yang harmonis seperti dulu. Itu lebih bagus, bukan?" nasihat Oma.
Iva mengangguk. Dia bisa menerima nasihat Oma. Dia akan mencoba bersikap lebih terbuka pada Mami Ti.
Bersambung
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.