Maafkan Aku, Tante Silva

By Sigit Wahyu, Selasa, 6 Juni 2017 | 09:15 WIB
Maafkan Aku, Tante Silva (Sigit Wahyu)

"Ayahmu keadaannya membaik, sedangkan ibumu sedang dalam keadaan kritis. Jika ingin melihat ayah dan ibumu, silakan," ucap dokternya dan langsung pergi meninggalkanku.

Aku dan Arkha pun memasuki ruangan. Kulihat ayah dan ibu sedang terkulai lemas. Pertama, aku menuju tempat ayahku dan setelah itu meuju ruangan ibuku.

"Ayah, bagaimana keadaan sekarang ini?" tanyaku kepada Ayah sambil menangis sesenggukan.

"Dengar, ya Tifa, keadaan Ayah sudah membaik, kok. Bagaimana keadaan ibumu sekarang?" tanya ayahku pelan.

"Yah, sekarang keadaan Ibu kritis. Kita hanya dapat berdoa kepada Allah SWT," jawabku.

Makin lama, air mataku makin terkucur deras, dan Arkha pun begitu. Sekarang, apa yang harus kulakukan? Di rumah sekarang kosong, tidak ada siapa pun.

Setelah melihat keadaan ayahku, aku dan Arkha menuju tempat ibu. Ibu masih belum sadar dan keadaannya semakin parah.

Tiba-tiba saja, bunda seperti merintih kesakitan. Aku pun memanggil dokter dan suster. Dengan terpaksa, aku harus keluar dari ruangan tempat ibuku. Aku pun berdoa, berharap Ibu lekas sembuh dan mewarnai hariku kembali. Tak lama kemudian, dokter pun datang dan menghampiri kami.

"Maaf sebelumnya, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi, benturan kepala yang sangat parah terkena benda yang bukup keras. Ibumu telah kembali kepada Sang Khalik," ucap dokter.

Aku dan Arkha menangis sesenggukan. Aku tak percaya bahwa Ibu telah meninggalkanku selama-lamanya. Segera aku dan Arkha menuju ruangan Ibu dan memeluk ibuku. Ibu, kenapa Ibu meninggalkan Tifa, Arkha, dan Ayah secepat ini. Tifa minta maaf jika selama ini Tifa durhaka kepada Ibu.

Adikku Arkha, pun menuju ruangan Ayah dan memberi tahu keadaan Ibu, bahwa Ibu telah meninggal dunia. Aku jadi merasa bersalah, karena di hari-hari akhir ibuku aku tidak bisa membahagiakan, kenapa Ibu harus meninggalkanku? I love you, Mom...

            *** Keadaan ayahku semakin membaik dan ibuku telah disemayamkan di pemakaman yang berada di dekat rumahku. Perasaan sedih masih menyelimuti hatiku, mengingat masa-masa terindah bersama ibu. Senyumnya yang menawan dan tutur katanya yang ramah kepadaku meski aku sering bandel kepada Ibu.

Nafsu makanku turun dan keadaanku semakin melemah. Ayah dan Arkha berusaha menghiburku, tetapi gagal total. Beberapa hari setelah pemakaman ibuku, ada seorang wanita cantik yang selalu menghiburku, ialah Tante Silva yang merupakan teman almarhumah ibuku.

Sering kali Tante Silva memberiku cupcake, boneka, novel, mainan, dan aksesoris. Adikku Arkha sangat dekat sekali dengan Tante Silva. Aku sering mencurahkan isi hatiku kepadaku Tante Silva tentang Ibu. Dan juga sering kali Tante Silva memasak makanan yang lezat bahkan sampai menginap di rumahku. Pokoknya, aku jadi bersemangat menjalani hidupku tanpa kehadiran seorang ibu.

            *** Suatu hari, ayahku mengatakan akan ada kehadiran seorang ibu. Aku dan Arkha bertanya, siapakah ibuku tersebut? Ayah menjawab bahwa calon ibu baruku adalah TANTE SILVA. Aku sampat terlonjak kaget, mana mungkin Tante Silva menjadi ibuku. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi ibuku meski Ayah memaksaku.

Aku langsung meninggalkan Ayah dan Arkha menuju kamar untuk mengurung diriku. Ayah pun menyusulku menuju kamar dan berusaha merayuku untuk membuka kamarku. Aku pun berkata, "Tidak ada yang bisa menggantikan posisi ibu, siapa pun!" teriakku.

Ayahku berusaha menerangkan hal yang sebenarnya, dan aku mendiamkan ayahku. Aku pun menangis di bawah foto ibuku. Ibu apakah aku harus rela bahwa akan hadir ibu baru di rumah ini?. Tidak... no way...

Karena kesal kulempar hadiah pemberian dari Tante Silva. Kenapa Tante Silva menyembunyikan masalah ini? Tante Silva tega melihatku menderita layaknya Buckbeak si Hippogrif Hagrid yang itu tuh ada di Harry Potter. Ayahku pun menyerah dan pergi meninggalkanku.

Sekitar lima belas menit kemudian, datanglah Tante Silva tepat di depan pintu kamarku. Aku seperti mendengar suara tangisan Tante Silva. Enggak mungkin Tante Silva menangis. Cuma akal-akalannya?

Tante Silva pun akhirnya angkat bicara. "Tante tahu, selama ini Tante telah menyembunyikan hal ini kepadamu Tifa. Tante meminta maaf kepadamu karena Tante ini salah. Ini semua karena wasiat ibumu sebelum meninggal, dan Tante pun menurut. Tante sayang kamu Tifa," ucap Tante Silva.

Aku pun mulai memberanikan diri membuka pintu kamar. Tante Silva pun langsung memelukku dengan hangat dan tentu kubalas pelukannya juga. Ayah dan Arkha pun tersenyum bahagia.

"Maafkan Tifa, Tante. Tifa telah memfitnah tante tanpa melihat hal yang sebenarnya. Rifa juga sayang Tante," ucapku dengan tulus.

Hari ini merupakan hari yang mengharukan bagiku dan Tante Silva. Aku pun merestui hubungan Ayah dan Tante Silva untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Ini merupakan hari yang membahagiakan dalam hidupku.