Penjual gula tersenyum gembira. "Yang terbaik, Tuan? Jangan khawatir, gula kami semanis madu," jawabnya. Simon tersentak.
"Kalau begitu saya akan membeli madu saja!" katanya kemudian, dan segera beranjak pergi.
"Aku perlu 200 stoples madu yang terbaik untuk pesta pernikahan anakku," katanya kepada penjual madu.
Penjual madu menaikkan ujung topinya. "Beres, Tuan. Madu kami memang yang terbaik. Semurni minyak," jawabnya.
Simon terkejut. "Jadi minyak lebih baik dari madu? Kalau begitu lebih baik aku beli minyak saja!" katanya, segera meninggalkan penjual madu, pergi ke penjual minyak.
"Aku perlu 200 liter minyak terbaik untuk pesta pernikahan anakku," katanya kepada penjual minyak.
Penjual minyak tersenyum lebar. "Benar, tuan. Minyak kamilah yang terbaik. Minyak kami sebening air sumur," jawabnya. Simon kembali tersentak.
"Sebening air sumur? Jadi air sumur lebih baik dari minyak? Kalau begitu tidak jadi. Aku mau beli air sumur saja!" la segera meninggalkan penjual minyak yang terbengong-bengong. Simon menyusuri kota untuk mencari air sumur. Tetapi hingga lelah ia tak menemukan air itu.
Ketika ia hampir menyerah, seorang tukang air lewat membawa kaleng berisi air di punggungnya. Mungkin ia tahu, batin Simon, la memanggil tukang air itu.
"Di mana Bapak mendapatkan air itu?" tanya Simon.
"Air ini saya dapat dari sumur, Tuan," jawab tukang air.
"Jadi itu air sumur?"