Di negeri yang sangat jauh, tinggallah seorang pedagang bernama Pak Nikolai. Ia begitu kaya sehingga gerobaknya dipenuhi dengan barang-barang yang ia dapatkan ketika ia berkelana ke lebih dari sembilan kerajaan. Kapal-kapal miliknya sudah mengarungi lebih dari sembilan lautan dan ia memiliki toko-toko di sembilan kota yang jauh.
Pak Nikolai memiliki tiga anak laki-laki. Dua anak laki-lakinya pandai dan baik. Mikita, si anak bungsu, bijak dan pemberani.
Pak Nikolai membangun rumah baru untuk ketiga anaknya dan berkata kepada mereka, “Ingatlah mimpi kalian pada malam pertama di rumah baru ini. Jika kalian mampu mengingatnya, mimpi kalian akan terwujud.”
Ketiga anak itu meingat-ingat pesan ayah mereka.
Suatu hari, ketiga anak itu menempati rumah baru mereka. Di malam pertama, si anak pertama bermimpi diberi seekor kuda yang gagah. Kuda itu bermata tajam, bersurai indah, dan tubuhnya gemerlap bertabur perak. Pelana kuda itu dilapisi sutera yang sangat lembut.
Ayahnya tersenyum dan berkata, “Mimpimu bisa dengan mudah terwujud!” Pak Nikolai lalu memberikan anak pertamanya seekor kuda gagah dengan pelana berlapis sutera.
Anak keduanya bermimpi memiliki jubah baru terbuat dari beledu. Kancingnya terbuat dari emas. Selain jubah, ada pula mantel hitam yang cocok dipadukan dengan jubah dan sepatu bot kulit.
“Mimpimu ini juga sangat mudah terwujud,” kata Pak Nikolai pada anak keduanya. Ia lalu memberikan anak keduanya pakaian yang sama persis seperti yang ia mimpikan.
“Apa yang kamu mimpikan?” tanya Pak Nikolai kepada anak bungsunya yang bernama Mikita. Anak itu hanya diam tidak menjawab. Pak Nikolai kesal karena menganggap Mikita tidak sopan.
“Mikita, apa mimpimu? Cepat ceritakan. Kenapa tidak menjawab pertanyaan Ayah?” Pak Nikolai mulai marah.
“Maafkan aku, Ayah. Aku tidak bisa menceritakannya...” jawab Mikita.
Pak Nikolai akhirnya menarik Mikita ke halaman rumah. Ia mengambil sebatang ranting dan siap memukuli Mikita. Pada saat itu, seorang pendatang dari negeri lain, lewat di situ. Melihat Pak Nikolai, ia bertanya, “Mengapa kau memukuli anak ini?”
“Dia anak yang tidak tahu bersyukur. Aku membelikannya rumah baru. Dan aku hanya memintanya menceritakan mimpi pertamanya di malam pertama dia tinggal di rumah barunya! Tapi dia cuma diam. Itu sebabnya aku memukulnya!”
“Kalau begitu, berikanlah padaku anakmu itu!” kata pendatang asing itu.
“Kau bisa membawanya sekarang juga!” kata Pak Nikolai penuh kemarahan.
Pendatang asing itu akhirnya membawa Mikita pergi. Dalam perjalanan, ia bertanya,
“Sebetulnya, apa yang kau mimpikan di malam pertama di rumah barumu?”
“Aku tidak memberitahu ayahku, maka aku pun tidak akan memberitahu kamu!” jawab Mikita.
Pendatang asing itu kesal dan mengambil sebatang ranting untuk memukul Mikita. Namun pada saat itu, Raja Vasil dan rombongannya lewat. “Mengapa kau memukuli anak ini?” tanya Sang Raja.
“Dia anak yang tidak tahu bersyukur. Ia tidak mau memberitahu aku apa yang dia mimpikan di malam pertama di rumah barunya.”
“Berikan saja anak itu untukku!” kata Raja Vasil.
“Baginda bisa membawanya pergi sekarang juga,” kata pendatang asing itu sambil memberi hormat.
Raja Vasil dan rombongannya kemudian kembali ke istana bersama Mikita. Setiba di istana, Sang Raja bertanya, “Beritahu aku Mikita! Apa yang kau mimpikan di malam pertama di rumah barumu?”
“Aku tidak memberitahu ayahku, aku tidak memberitahu pendatang asing itu, maka aku tidak akan memberitahu Baginda juga...”
Raja Vasil menjadi sangat marah. Ia memanggil pengawal dan menyuruh memenjarakan Mikita. Mikita hanya boleh diberi makan kulit roti kering dan segelas air. Putri Vasilisa, adik Raja Vasil, sebetulnya tidak setuju dengan perbuatan kakaknya. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa.
Beberapa waktu kemudian, Raja Vasil bersiap untuk berkunjung ke negeri yang sangat jauh. Jaraknya kira-kira duapuluh deretan gunung, duapuluh deretan hutan, dan duapuluh samudera.
Di negeri ini, tinggallah dua belas putri yang wajahnya sangat mirip. Tak ada seorangpun yang bisa membedakan mereka. Mereka memiliki rambut yang sama, suara yang sama, dan kecantikan luar biasa yang sama juga. Raja Vasil bermaksud melamar si puteri sulung dan menjadikannya permaisuri.
Perjalanan Raja Vasil memakan waktu cukup lama. Setahun, dua tahun, tiga tahun dan Sang Raja masih dalam perjalanannya. Tidak ada yang mendengar kabar darinya. Sementara itu, Mikita masih di dalam penjara, hanya diberi makan kulit roti kering dan segelas air. Akhirnya, adik Sang Raja, Puteri Vasilisa yang cantik, memanggil pengawal. “Cepat keluarkan Mikita dari penjara. Dia sudah terlalu lama dipenjara padahal dia bukan penjahat! Berikan padanya jubah baru yang indah. Lalu bawalah dia menghadap aku,” perintah Putri Vasilisa.
Tak lama kemudian, Mikita sudah menghadap Putri Vasilisa dengan jubah barunya.
“Mikita, katakanlah padaku, apa yang harus aku lakukan. Kakakku, Raja Vasil, tidak ada kabarnya sampai saat ini. Dia seolah-olah telah ditelan bumi. Aku tidak tahu harus berbuat apa...” tanya Putri Vasilisa saat Mikita sudah berada di depannya.
Mikita membungkuk sopan dan jawab, “Jika Puteri mengizinkan, saya akan meminjam seekor kuda, juga sebuah pedang dan senapan. Saya akan mencari Sang Raja.”
Putri Vasilisa setuju dengan usul Mikita, sebab ia sudah sangat putus asa. Mikita lalu memilih kuda, pedang, dan senapan untuknya.
Tak lama kemudian, Mikita sudah berkuda ke tempat yang sangat jauh. Ia tiba di padang rumput dan baru tahu kalau di situ terdapat sarang ular. Mikita sangat terkejut. Ia meminta kudanya untuk menginjak ular-ular itu dengan tapak kudanya. Tiba-tiba saja, Raja Ular bangkit menjulurkan kepalanya sampai tinggi. Ia berbicara pada Mikita dalam bahasa manusia,
“Tuan, kudamu sangat kuat dan gagah. Jangan suruh dia menginjak kami sampai mati. Kau tampak cukup bijak. Lebih baik, berikanlah kudamu yang gagah itu padaku. Sebagai ganti, aku akan memberikanmu sepatu bot ajaib.”
Mikita setuju, dan memberikan kudanya kepada Raja Ular. Ia kini mendapatkan sepatu bot ajaib. Dengan sepatu bot itu, ia bisa menempuh jarak seribu kilometer untuk setiap langkah kakinya. Itu sebabnya, dalam waktu singkat, ia sudah menempuh jarak sejauh duapuluh deretan gunung.
Di suatu tempat, Mikita melihat sebuah tunggul pohon yang sangat besar. Di dalamnya ada sarang lebah. Saat Mikita akan memotong tunggul itu dengan pedangnya dan mengambil madunya, keluarlah seekor yang besar dari itu. Ia berbicara dalam bahasa manusia,
“Jangan kau potong tunggul pohon ini dengan pedangmu. Akan lebih bijak jika kau berikan pedangmu itu. Sebagai gantinya, aku akan memberikanmu sebuah topi ajaib. Siapapun yang memakai topi ini menjadi tidak terlihat.”
Mikita pun menukarkan pedangnya dengan topi ajaib, lalu melanjutkan perjalanannya. Ia mampu menempuh tujuh ribu kilometer di setiap langkahnya. Dan dalam waktu singkat, ia berhasil melewati duapuluh deretan hutan.
Mikita kini tiba di tepi laut. Ia melihat dua belas bangau di tempat itu. Mikita mulai lapar dan berpikir ingin memanggang bangau-bangau itu untuk makan malamnya. Maka ia mengeluarkan senapannya dan bersiap menembaki bangau-bangau itu. Namun seekor bangau yang terbesar terbang mendekatinya sambil berseru dalam bahasa manusia.
“Jangan tembak kami, Mikita. Akan lebih bijaksana jika kau berikan senapanmu untukku. Sebagai gantinya, aku akan memberikanmu sebelas saudaraku. Kau akan semakin kuat,” kata si Bangau Besar.
Mikita segera memberikan senapannya kepada Bangau Besar. Sebagai imbalannya, Bangau Besar memberikan Mikita sebelah bangau saudaranya.
Anehnya, begitu bangau-bangau itu menapak laut, wujud mereka semua berubah menjadi seperti Mikita. Mereka memiliki rambut yang sama, suara yang sama, baju yang sama, bahkan nama pun sama.
Mikita yang asli lalu mendukung sebelas Mikita lain di punggungnya dan melanjutkan perjalanan. Setiap langkah Mikita berjarak tujuh ribu kilometer. Jadi, hanya dalam waktu singkat, ia berhasil menyeberangi duapuluh samudera dan tiba di sebuah dermaga.
Pada saat yang sama, kapal Raja Vasil pun mendarat di dermaga yang sama.
Ketika tahu Mikita datang untuk menolongnya, Raja Vasil sangat gembira. Ia menyesal telah membuat Mikita bertahun-tahun hanya memakan kulit roti kerang dan minum segelas air.
Raja Vasil dan Mikita lalu berangkat ke kota tempat kedua belas putri memerintah.
(Bersambung)
Teks: Adaptasi Dongeng Rusia / Dok. Majalah Bobo©