“Ih...!siapa sih yang iseng, buang bungkus wafer di bantalku?” Sambil bersungut-sungut, kubuang bungkus wafer itu ke lantai dan kembali tidur.
Belum lama aku tertidur aku merasa hidungku gatal. Tanpa membuka mata, aku menggosok hidungku. Nah, beres. Eh kok gatal lagi?
“Ha...ha...Hetschoo!” Aku terbangun akibat bersinku. Aku membuka mata dan menemukan plastik pembungkus kerupuk mengusik hidungku. Lo, kok, plastik pembungkus kerupuk? Aku mulai curiga. Pasti Kak Tino dan Nina, nih, yang menjahiliku.
Aku melihat ke sekelilingku. Aku sendirian di kamar hotel yang mulai gelap dalam keremangan sore.
“Dong!” Sayup-sayup terdengar bunyi benda dipukul. Suaranya seperti suara batu talempong tadi itu! Tak ayal, aku merasakan bulu kudukku berdiri. Hiii! Cepat-cepat aku nyalakan lampu kecil di samping sofaku. Fhufh.. Setelah terang, aku bisa berpikir jernih. Pasti lagi-lagi Kak Tino dan Nina nih yang nakal membunyikan talempong segala. Dipikir mereka aku ini sama penakutnya dengan mereka, ya, percaya saja dengan dongengan batu talempong!
Tiba-tiba terdengar suara bisikan, “Batu-batuku...berjalanlah...” Wah, hebat juga Kak Tino dan Nina. Suara mereka bisa terdengar begitu mistis. “Dong...dong…” Terdengar lagi suara talempong bersahut-sahutan.
“Berjalanlah batu-batuku...ke bukit Talang Anau.” Suara bisikan itu lagi!
Mataku menjelajahi isi kamar. Hmm…mereka bersembunyi di mana, ya? Aku berdiri dari sofa dan kresek! Lo, apa ini? Kok lantai kamarku penuh sampah-sampah bekas bungkus makanan? Wah, benar-benar keterlaluan Kak Tino dan Nina. Selain menakut-nakutiku, mereka juga nyampah di kamarku. Huh!
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang bergerak di belakangku. Aku menengok ke belakang dan berhadapan dengan sesosok putih melambai-lambai. Terlihat mengerikan dengan sinar lampu meja yang temaram. “Huuuu...” Lolong sosok putih itu diiringi bunyi talempong.
“Aaaaahh!!” Tak tahan aku menjerit juga.
Sesosok putih itu tertawa mendengar jeritanku. Seperti yang sudah kuduga. Kak Tino dan Nina menjahiliku! Kak Tino yang bersuara mistis, Nina yang memukul talempong suvenir kecil yang tadi dibelinya.
“Ah! Kalian ini nakal-nakal sekali!” sambarku sewot.