Kado untuk Ayah

By Sylvana Toemon, Jumat, 20 April 2018 | 10:00 WIB
Kado untuk Ayah (Sylvana Toemon)

Pagi itu, Alina keheranan melihat Lila sahabatnya. Biasanya Lila selalu riang gembira. Kali ini, Lila termenung sedih. Pandangannya kosong. Sesekali Lila menundukkan wajahnya dan mengusap matanya.

“Lila, kamu kenapa, sih? Sakit gigi, ya?” tebak Alina.

Lila tidak menjawab. Ia malah memalingkan wajah. Tak lama kemudian terdengar isak tangisnya. Lila menangis.

“Ada apa, sih? Kamu biasanya selalu ceria,” tegur Alina lagi.

“Huhuhu… Aku sedih sekali. Minggu depan ayahku berulang tahun. Aku ingin memberikan kado untuk Ayah. Tetapi uang tabunganku tidak cukup,” jawab Lila

“Memangnya kamu mau memberi apa?” tanya Alina

“Aku mau memberikan baju batik sutra. Aku tahu ayahku ingin baju itu. Waktu kami ke pusat perbelanjaan, Ayah berhenti di depan baju itu. Dia beberapa kali memegang-megang kainnya. Ayah sepertinya mau mencoba baju itu tetapi tidak jadi karena Ibu sudah memanggil kami untuk pulang,” cerita Lila panjang lebar.

Alina tahu, Lila sangat dekat dengan ayahnya. Mereka sering pergi bersama di akhir pekan. Ibu Lila tidak ikut karena mengurus adik-adiknya yang masih kecil. Lila dan ayahnya juga sering melukis bersama. Mereka tidak hanya melukis di atas kanvas, lo. Lila dan ayahnya sering melukis di barang-barang bekas. Banyak sekali hasil karya mereka yang menjadi bagian rumah mungil Lila.

“Harga bajunya berapa? Uang tabunganmu sekarang sudah berapa?” tanya Alina.

“Harga bajunya 500 ribu, sedangkan tabunganku hanya 180 ribu,” jawab Lila dengan sedih.

“Hah? Mahal sekali,” seru Alina.

Semula Alina ingin memberikan uang tabungannya untuk sahabatnya itu. Alina mengurungkan niatnya ketika mendengar harga kado yang mau dibeli oleh Lila. Alina belum tahu jumlah tabungannya karena disimpannya dalam celengan. Namun dia sudah bisa menebak kalau jumlahnya tidak akan sebesar  tabungan Lila. Alina hanya menabung paling banyak 1000 rupiah setiap harinya. Kedua sahabat itu terdiam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Apakah kamu menceritakan niatmu kepada ibumu?” tanya Alina.

“Tentu saja. Ibu senang sekali waktu aku ceritakan mau memberi kado untuk Ayah. Tetapi ia malah menegurku waktu aku mau membeli baju yang berharga mahal itu. Ibu tidak mau memberikan aku tambahan uang,” cerita Lila.

Keluarga Lila adalah keluarga yang sederhana. Ayah Lila bekerja sebagai PNS di kelurahan tempat mereka tinggal. Ibu Lila membuat kue-kue sesuai pesanan. Kedua orang tua Lila harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Lila masih memiliki 2 orang adik yang masih kecil.

“Teng… Teng… Teng…,” terdengar bunyi bel masuk.

Alina dan Lila segera berjalan ke kelas mereka. Lila berjalan dengan langkah gontai. Dalam pikirannya, bergema suara ibunya.

“Lila, Ibu senang sekali kamu ingin memberikan kado untuk Ayah. Maaf, Ibu tidak bisa memberikan uang sebanyak itu untukmu. Apalagi hanya untuk selembar pakaian. Lebih baik uangnya untuk membeli makanan kita. Hmmm… Ayahmu, kan, setiap hari mengenakan seragam. Jadi tidak perlu baju baru yang mahal,” kata Ibu.

“O iya, Ayah setiap hari mengenakan pakaian seragam ke kantor,” gumam Lila.

Alina sempat bingung mendengar gumaman temannya. Tak lama kemudian Alina sudah mengerti apa yang dimaksud oleh temannya itu. Dalam sekejap, Alina mendapat akal.

“Lila, bagaimana kalau kamu buat sendiri kadonya?” saran Alina.

“Buat sendiri?” tanya Lila sambil menghentikan langkahnya.

“Iya. Kamu, kan, pintar melukis. Berikan lukisanmu kepada ayahmu. Pasti ia senang,” usul Alina.

“Wah, tidak terpikirkan olehku. Aku akan melukis potret diri kami. Aku akan melukis aku dan ayahku sedang berjalan-jalan. Pasti Ayah senang!” teriak Lila.

Lila senang sekali. Ia sudah tak sabar untuk pulang dan melukis. Dengan langkah gembira Lila dan Alina memasuki kelas. Alina sangat gembira melihat temannya kembali ceria.

Seminggu berlalu. Tibalah hari ulang tahun ayah Lila. Lila menyiapkan hadiahnya dengan baik. Selama berhari-hari ia sibuk di depan kanvasnya. Selain melukis di atas kanvas, Lila juga melukis di kertas kadonya. Lukisan di kertas kado itu mirip dengan motif batik di baju yang mau dijadikan hadiah itu.

“Ayah, selamat ulang tahun, ya. Semoga Ayah panjang umur dan selalu sehat. Ini kado dari Lila,” kata Lila sambil menyodorkan kadonya.

“Lila, terima kasih, ya… Ibumu cerita tentang niatmu memberikan kado untuk Ayah. Sejujurnya, Ayah lebih suka kado hasil karya anak Ayah. Ini kado yang istimewa. Kadonya akan Ayah bawa ke kantor untuk dipajang di meja Ayah,” sambut Ayah dengan gembira.

Ayah dan anak itu tersenyum. Lila senang sekali. Lila juga bersyukur karena menerima usulan cemerlang dari Alina sahabatnya. Lila dapat memberikan kado ulang tahun istimewa untuk ayahnya dan masih memiliki tabungan yang cukup banyak.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.