Gunung Kaca

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 5 Mei 2018 | 04:00 WIB
Gunung Kaca (Vanda Parengkuan)

Dahulu kala, di sebuah negeri, terdapat Gunung Kaca. Seperti namanya, Gunung Kaca adalah sebuah gunung yang terbuat dari kaca. Di atas gunung ini, berdiri sebuah kastil yang terbuat dari emas murni. Di depan kastil itu, tumbuh sebatang pohon apel yang berbuah emas.

Siapapun yang berhasil memetik apel emas ini, bisa masuk ke dalam kastil emas. Di dalam salah satu menara kastil itu, ada seorang putri cantik bernama Danika.

Sebetulnya, kastil emas itu milik Putri Danika. Namun seorang penyihir mengurung Putri Danika di dalam kastil itu. Seekor elang dan naga besar menjaga kastil itu sehingga Putri Danika tak bisa keluar. Gunung tempat kastil itu berada, disihir menjadi Gunung Kaca.

Ketika penyihir itu meninggal, Putri Danika tetap terkurung di dalam kastilnya. Ia hanya ditemani oleh hartanya, berupa batu-batu permata di bawah tanah kastilnya.

Kabar tentang Putri Danika yang terkurung di kastilnya, menyebar sampai ke seluruh dunia. Banyak pangeran maupun pemuda biasa datang dari negeri yang jauh untuk mencoba keberuntungan mereka. Berbagai cara mereka gunakan untuk bisa mendaki Gunung Kaca itu. Tentu saja agar bisa membebaskan putri cantik itu.

Sayangnya, kuda mereka selalu tergelincir turun. Meskipun kuku kuda mereka sudah tajam, tidak ada yang berhasil mendaki walau hanya setengah perjalanan. Semua kuda para pemuda itu tergelincir jatuh ke dasar gunung yang licin, atau ke jurang curam di tepian gunung. Banyak pangeran dan pemuda biasa yang menjadi korban.   

Putri Danika tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya menatap sedih para pemuda yang mencoba menolongnya, dari jendela menara kastil.

Kini, hampir tujuh tahun lamanya Putri Danika terkurung dan menunggu untuk dibebaskan. Ia hampir putus asa, karena sudah banyak sekali pemuda yang bergelimpangan jatuh dan cedera di sekitar kaki Gunung Kaca.

Dalam tiga hari lagi, tujuh tahun akan berakhir. Di hari itu, datanglah  seorang pangeran yang mengenakan baju zirah dari emas. Ia tampak sangat gagah dan kuat. Begitu juga dengan kuda besar yang ditungganginya.

Pangeran berbaju zirah emas itu memacu kudanya mendaki gunung. Dengan langkah mantap, kuda itu berderap mendaki Gunung Kaca. Namun, di tengah jalan, kuda itu tergelincir turun juga. Kuda yang perkasa itu mencoba menahan kakinya di permukaan gunung es. Namun karena sangat licin, ia terus merosot sampai ke bawah. Pangeran itu gagal walau ia tidak terjatuh dan terluka. 

Keesokan harinya, pangeran berbaju zirah emas itu mencoba sekali lagi. Ia mengganti tapal kudanya dengan tapal besi bergerigi tajam. Kuda itu  kini bisa mendaki lebih cepat. Ada percikan api yang keluar dari tapal kudanya setiap kali ia menginjakkan kakinya ke permukaan es. Semua pemuda lainnya menatap takjub padanya dari bawah gunung.

Beberapa saat kemudian, pangeran berbaju zirah emas akhirnya hampir mencapai puncak gunung. Ia pasti bisa mencapai pohon apel emas. Namun tiba-tiba, seekor elang besar terbang dengan sayapnya yang sangat lebar. Itulah elang penjaga kastil. Sayapnya yang lebar itu menyambar kepala si kuda.