Gunung Kaca

By Vanda Parengkuan, Sabtu, 5 Mei 2018 | 04:00 WIB
Gunung Kaca (Vanda Parengkuan)

Bulan pun muncul dari awan. Elang tadi terbang dari pohon apel emas. Ia mulai menjalankan tugasnya, terbang mengelilingi Gunung Kaca.

Pada saat itu, elang itu melihat Mikolai yang sedang tertidur bergelantungan di permukaan gunung. Elang ini mengira itu pasti salah satu pemuda yang telah meninggal. Maka, ia terbang menukik ke arah Mikolai. Pada saat yang sama, Mikolai terbangun dan melihat elang itu. Ia malah mendapat ide.

Elang itu terbang semakin rendah, siap menancapkan cakarnya ke tubuh Mikolai. Namun Mikolai segera menyambar kaki burung itu dengan kedua tangannya. Makhluk besar itu mengangkat Mikolai tinggi-tinggi ke udara dan mulai mengelilingi menara kastil. Mikolai tetap bertahan dengan berani.

Dari atas, Mikolai melihat kastil yang berkilauan kena pantulan sinar pucat bulan. Tampak bagaikan lampu redup. Ia melihat jendela-jendela di menara kastil yang tinggi. Elang itu mengitari salah satu menara dan di balkonnya tampak Putri Danika sedang duduk dengan wajah sedih.

Mikolai lalu melihat di dekatnya ada pohon apel emas. Mikolai buru-buru melepaskan pegangannya pada kaki elang.

Burung itu naik ke udara tanpa tahu kalau penumpang gelapnya telah turun. Mikolai jatuh ke dalam dahan pohon apel emas. Ia memetik sebutir apel. Dan mengupasnya dengan pisau kecil yang dibawanya. Ia segera memakan apel itu dan kekuatannya pun pulih kembali.

Mikolai lalu memetik beberapa buah apel emas lagi dan memasukkannya ke sakunya. Saat akan melewati gerbang kastil, tampak ada seekor naga besar berjaga-jaga. Mikolai melempar apel emas ke arah naga itu. Seketika, hewan besar itu lenyap menjadi asap

Pada saat yang sama, sebuah gerbang terbuka. Mikolai melihat halaman yang luas di dalam kastil. Dipenuhi bunga dan pohon-pohon yang indah. Dari balkon menara, Putri Danika melihat ke  arah Mikolai dengan pandangan kagum. Sang putri cantik lalu berlari turun dari menara dan menyambut Mikolai. Ia mengajak Mikolai masuk ke dalam kastil. Ia menghadiahkan semua harta karunnya pada pemuda yang berhasil membebaskannya.

Akan tetapi, Mikolai tidak bisa turun dari Gunung Kaca dengan membawa semua hadiah harta itu. Hanya elang besar yang bisa membawanya turun. Namun, elang besar itu tidak menjaga kastil lagi. Setelah Mikolai berhasil mengambil apel emas, kekuatan sihir pada elang itu pun hilang.

Warga setempat menemukan elang itu tergeletak mati di sebuah hutan yang tak jauh dari Gunung Kaca. Elang besar itu lalu berubah menjadi asap biru yang sangat banyak. Gumpalan-gumpalan asap itu bagaikan awan yang terbang rendah di bawah kaki Gunung Kaca.

Mikolai dan Putri Danika berjalan ke tepi jurang Gunung Kaca. Mereka melongok ke bawah gunung dan melihat sejumlah besar orang sedang berkumpul di sana. Putri Danika penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi. Ia lalu mengutus burung layang-layang pembawa pesan.

 “Terbanglah ke bawah dan tanyakan ada yang terjadi di sana,” kata Putri Danika pada burung kecil itu.

Burung layang-layang itu terbang melesat turun ke kaki gunung. Ia lalu kembali lagi dan membawa pesan,

“Elang besar telah mati dan berubah menjadi asap biru. Gumpalan asap bagai awan itu melintasi para pangeran dan pemuda yang terluka karena tergelincir dari Gunung Kaca. Kini mereka semua telah pulih kembali seperti semula. Mereka semua bergembira karena keajaiban di kaki gunung.”

Betapa leganya Putri Danika mendengar berita itu. Mikolai juga gembira. Ia memutuskan untuk tidak turun dari gunung itu dan menemani Putri Danika. Beberapa waktu kemudian, mereka menikah dan hidup bahagia di kastil di puncak Gunung Kaca.

(Tamat)

Teks: Dok. Majalah Bobo / Dongeng Polandia