Bobo.id - Biasanya setelah musim kemarau berlangsung, musim hujan di Indonesia akan terjadi pada bulan Oktober hingga Maret setiap tahunnya.
Namun, mengutip dari Kompas.com, BMKG memperkirakan musim hujan pada akhir 2019 dan awal 2020 akan datang terlambat, nih, teman-teman.
Berdasarkan penjelasan Pak Adi Ripaldi yang merupakan Kepala Sub Bidang Analisis Informasi Iklim BMKG, ada lima faktor pengendali iklim di Indonesia yang bisa memengaruhi iklim di Indonesia.
Nah, kelima faktor inilah yang kemudian membuat musim hujan pada tahun ini terlambat turun di Indonesia.
Apa saja, ya, kelima faktor yang memengaruhi cuaca atau iklim di Indonesia?
Baca Juga: Kita Hirup Setiap Saat, Sebenarnya Udara Terbuat dari Apa, ya?
1. ENSO (El Nino dan La Nina)
ENSO yang merupakan akronim dari El Nino-Southern Oscillation merupakan variasi angin dan suhu udara yang lebih panas maupun dingin dari permukaan laut.
Peristiwa ini biasa terjadi di wilayah garis khatulistiwa dan timur Samudra Pasifik yang terjadi secara berkala atau rutin.
Karena terjadi di wilayah garis khatulistiwa, maka ENSO berpengaruh pada cuaca di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis di Bumi.
Periode panas ENSO disebut dengan El Nino, sedangkan periode dingin variasi ini disebut sebagai La Nina.
Dalam laporan BMKG, diketahui bahwa pada Agustus 2019, El Nino lemah yang terjadi pada periode tahun 2018/2019 sudah berakhir dan berada dalam kondisi netral.
Dengan berakhir atau melemahnya El Nino, seharusnya musim hujan akan datang sesuai dengan periode berlangsungnya.
Namun, ternyata ada faktor lain yang menyebabkan hujan datang terlambat tahun ini, teman-teman.
Baca Juga: Beberapa Wilayah di Jawa Alami Suhu Dingin Lagi, Ini 6 Manfaat Suhu Dingin bagi Tubuh
2. IOD (Indian Ocean Dipole)
Selain El Nino dan La Nina, faktor lain yang memengaruhi terlambatnya musim hujan di Indonesia tahun ini adalah IOD atau Indian Ocean Dipole.
IOD yang juga dikenal sebagai India Nino adalah peristiwa yang selalu berubah dan tidak teratur pada permukaan laut di mana bagian barat Samudra Hindia menjadi lebih hangat dan bagian timur laut lebih dingin.
Nah, kondisi IOD inilah yang akan memengaruhi iklim di Indonesia. Jika hasil IOD menunjukkan positif, maka wilayah Indonesia barat akan kering.
Namun, jika IOD berada dalam kondisi negatif, maka wilayah Indonesia bagian barat akan basah.
Baca Juga: Kenapa Telapak Kaki Jadi Bagian Tergeli Saat Ada yang Menggelitiknya, ya?
Dari pemantauan BMKG, saat ini IOD sedang dalam keadaan positif, nih, teman-teman. Hal inilah yang akan memperparah kondisi kering di wilayah barat Indonesia.
BMKG juga memprediksi kondisi IOD akan menuju netral pada akhir tahun 2019.
Wilayah Indonesia yang terpengaruh kondisi IOD adalah Sumatra dan Jawa bagian barat yang ditunjukkan dengan curah hujan yang terganggu.
3. SST (Sea Surface Temperature)
SST adalah suhu permukaan laut, yang juga menjadi bagian penting yang memengaruhi kondisi iklim di Indonesia.
Menurut Pak Adi, suhu permukaan laut Indonesia masih akan dingin sampai Oktober 2019.
Hal ini akan menghambat pertumbuhan penguapan air laut yang berguna untuk pertumbuhan awan-awan hujan sehingga jumlahnya masih kurang hingga Oktober.
Padahal, awan terbentuk paling banyak dari penguapan air laut yang terjadi sehingga kalau suhu permukaan laut tidak panas, maka tidak ada penguapan yang terjadi.
Baca Juga: Yuk, Kenali Penyebab Vertigo yang Bisa Dialami Anak-Anak Seperti Kita!
4. Monsun (Angin)
Musim hujan juga dipengaruhi oleh Monsun Asia atau angin baratan yang bertugas untuk mengalirkan udara basah dari benua Asia melewati wilayah Indonesia dan bergerak menuju benua Australia.
Nah, BMKG memprediksi angin timuran yang berubah menjadi angin baratan atau Monsun Asia pada tahun ini akan datang terlambat.
Diperkirakan, Monsun Asia akan datang ke Indonesia dimulai dari wilayah Sumatra bagian utara pada November 2019 mendatang.
Setelah itu, Monsun Asia akan bergerak ke wilayah Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi pada Desember 2019.
Barulah pada Januari 2020, Monsun Asia akan dominan aktif di seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga: Berbeda dari Kacang Lain, Kacang Mede Tidak Dijual dengan Kulitnya, Kenapa, ya?
5. MJO (Madden Julian Oscillation)
MJO atau Madden Julian Oscillation adalah gangguan atmosfer di atas garis khatulistiwa dengan skala besar yang bergerak dari barat Samudra Hindia hingga timur Samudra Pasifik.
Saat fase MJO aktif dan bergerak melewati bagian atas wilayah Indonesia, maka fenomena yang mengganggu adalah wilayah Indonesia akan menjadi basah atau bertambah basah.
Namun, keadaan sebaliknya terjadi setelah MJO melewati wilayah Indonesa dan bergerak menuju Laut Pasifik, maka yang terjadi adalah curah hujan akan berkurang.
Baca Juga: Kenapa Pemanasan Global saat ini Lebih Parah dari Sebelumnya? #AkuBacaAkuTahu
Curah hujan di Indonesia akan meningkat saat MJO melintas melewati wilayah Indonesia yang berlangsung singkat, sekitar tiga sampai empat hari.
Namun, saat MJO tidak berada di wilayah Indonesia, hal ini akan membuat curah hujan berkurang bahkan kering meskipun sedang dalam musim hujan.
Inilah sebabnya MJO disebut sebagai fenomena gangguan dalam periode musim yang membuat hujan datang terlambat.
Lihat video ini juga, yuk!
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR