"Tidak juga," jawab Dini lirih. "Kak Dewi percaya deh, Dini tidak mencuri. Dini kan sudah menabung sejak lamaaa sekali. Uangnya juga masih sisa."
"Dini menabung hanya untuk beli coklat?" Kini kualihkan pertanyaanku. "Kalau tabungan Dini memang benar sudah banyak, Dini kan tetap bias menyimpannya sampai uang itu benar- benar dibutuhkan. Kalau ada keperluan mendadak, Dini tidak perlu merepotkan Mama dan Papa.
Jangan boros seperti ini!" Coklat itu kumasukkan ke dalam tasku.
Baca Juga: Sering Mengalami 5 Masalah Kesehatan Ini? Ternyata Bisa Disebabkan Karena Kurang Sayur dan Buah
Dini meninggalkan kamarku dengan mata berlinang.
Belakangan baru aku tahu Dini membeli permen coklat itu untukku. Hari itu hari ulang tahunku.
Mengingat kembali peristiwa itu, aku jadi malu sekali. Bagaimana mungkin aku bisa bersikap demikiah kasar terhadap adikku. Sementara hari itu Dini teramat manis padaku.
Ada lagi sikapku yang memalukan. Aku selalu melarang Dini bergaul dengan Esti, anak seorang sopir bemo. Menurutku, Dini tak pantas berteman dengan anak itu biarpun Esti teman sekelasnya. Di mataku anak itu kumal dan jorok..
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR