"Bagaimana?" Tanya Eka, salah satu kawannya, ketika mereka melangkah ke jalan.
"Aku tak bisa memastikan," jawab Sri. "Pesanan mulai berdatangan besok. Aku tak bisa mengira sesibuk apa nanti."
"Bisa-bisa kau tak ikut kami!" tukas Ardani, kawan Sri yang satu lagi.
Sri menggumam tak jelas menanggapi kegusaran kawannya itu. Setiap hari raya tak pernah ia benar-benar berlibur. Pekerjaan ibunya yang menerima pesanan kebutuhan canang dan kue Bali untuk banten membuat mereka sibuk menjelang hari raya.
Tentu Sri tak tega meninggalkan ibunya bekerja seorang diri. Tetapi keinginan hatinya untuk menerima ajakan Eka untuk menginap di desanya selama dua hari semakin kuat saja.
Sepanjang perjalanan ke sekolah hati Sri bimbang. Apalagi kedua kawannya mengusiknya agar menentukan pilihan.
Bahkan ketika pulang ke rumah pun ia belum mengambil keputusan. Wajahnya semakin kusut. Sementara Ibu menyambut kepulangannya dengan keriangan hati yang tak tersembunyikan.
"Ibu Wayan dan Ibu Kadek mampir kemari tadi. Mereka memesan renggina dan sampian gantung. Ibu hitung sisa renggina di dalam kaleng bisa memenuhi pesanan mereka. Ibu telah menggorengnya tadi pagi," kata Ibu.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Avisena Ashari |
KOMENTAR