Bobo.id - Teman-teman sudah tahu manfaat mendongeng, kan? Mendongeng bisa membuat kita menjadi cerdas.
Nah, hari ini ada dongeng anak yang berjudul Kurcaci di Taman Bunga.
Jangan lupa untuk membaca dongeng atau minta orang tuamu untuk mendongeng untukmu, ya!
-----------------------------
Baca Juga: Dongeng Anak: Kue Serabi Pembawa Berkah #MendongenguntukCerdas
Rumah itu sangat bagusdan besar. Halaman luasnya ditanami berbagai jenis bunga. Semua orang yang melewatinya selalu berdecak kagum. Pemilik rumah itu adalah seorang saudagar kaya. Ia tinggal bersama istrinya yang cantik dan Elena, putrinya yang berumur tujuh tahun. Istri saudagar itulah yang selalu rajin mengurus taman bunganya. Elena kadang membantu ibunya.
Namun sejak sebulan lalu, rumah itu menjadi sepi dan suram. Taman bunganya pun tak terawat lagi. Itu karena istri si saudagar meninggal dunia. Tidak ada lagi orang yang merawat bunga-bunga itu. Elena pun jarang bermain di taman. Tempat itu mengingatkan dia pada ibunya. Itu membuatnya sedih
Suatu hari saudagar itu berniat membongkar taman bunga itu. Sebab sudah sangat tak terawat. Elena sedih karena kenangan ibunya akan hilang begitu saja. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Maka sore itu, Elena pergi ke taman bunga. Ia duduk di sana, menikmati hari-hari terakhirnya bermain di situ.
Elena mendesah panjang dan mulai berbicara sendiri, "Ah, aku akan sedih sekali bila taman bunga ini dibongkar. Tapi aku harus bagaimana?"
"Apa? Dibongkar?" Elena tersentak kaget mendengar suara nyaring itu. Entah darimana asalnya. Elena menoleh ke kiri dan ke kanan. Tapi tak tampak siapapun.
"Siapa yang berbicara tadi?" tanya Elena bingung. Elena memandangi bungabunga di dekatnya. Tak mungkin bunga-bunga itu berbicara. Tiba-tiba tampak bayangan melesat di antara bunga-bunga. Elena segera menyibak beberapa tangkai bunga. "Ah!" pekik Elena kaget.
"Ah!" Makhluk kecil di balik setangkai bunga melati itu juga memekik kaget.
Elena memandangi makhluk aneh itu dengan takjub. Makhluk itu seperti anak kecil berukuran sebesar jari telunjuk. Wajahnya bulat, telinganya lancip, matanya hijau. Topinya berbentuk daun. Baru kali ini Elena melihat makhluk itu.
"Siapa kamu?" tanya Elena yang masih terkejut.
"Siapa kamu?" Makhluk kerdil itu balik bertanya.
"Namaku Elena," sahut Elena.
"Apakah kamu ini kurcaci?" Mata makhluk itu berkilat-kilat.
Ia memanjat tangkai bunga di sampingnya. Lalu duduk di kelopak bunga. "Betul. Namaku Pep. Aku tinggal di sini," jawabnya. Alis Elena terangkat. "Di sini? Di taman ibuku?"
Pep mengangguk. "Apa benar ayahmu akan membongkar taman ini?"
Raut wajah Elena kembali muram. "Ya. Kata Ayah, tidak ada lagi yang bisa merawat taman ini. Ayah juga sering sedih kalau melihat taman ini."
"Tolong jangan bongkar taman ini," pinta Pep. "Aku dan keluargaku senang tinggal di sini." "Keluargamu? Apa masih ada kurcaci lain di taman ini? Di mana mereka?" Elena kelihatannya bersemangat sekali.
Baca Juga: Bisa Bikin Tambah Gemuk, Hindari Konsumsi 5 Makanan Ini untuk Camilan, Termasuk Sereal dan Granola
Pep menggelengkan kepala. "Tidak. Bangsa kami tidak suka bertemu manusia. Menurut kami, manusia itu kejam. Gara-gara manusialah bangsa kami pindah dari hutan yang sudah lama kami tempati. Mereka suka menebang pohon sembarangan. Juga berburu sembarangan. Sehingga tidak ada sudut yang aman lagi di hutan kami. Karena itu kami pindah ke taman bunga ini."
"Tapi tidak semua manusia jahat," protes Elena.
"Aku tahu," kata Pep sambil tersenyum. "Kami kenal ibumu. Ia baik, selalu merawat bunga-bunga ini. Kami juga membantu merawat taman ini untuknya."
"Kau pernah bertemu ibuku?"
“Tidak. Kami masih takut terlihat oleh manusia," ujar Pep.
"Lalu kenapa kau mau dilihat olehku?" tanya Elena heran.
Pep menunduk. "Karena aku Kebetulan mendengar perkataanmu. Bahwa taman ini akan dibongkar. Tolong cegah ayahmu."
Elena bingung. "Tapi aku hanya anak kecil. Aku tidak bisa apa-apa. Lagi pula, aku selalu sedih jika berada di sini karena selalu teringat ibuku."
Pep melompat berdiri. "Ibumu sangat menyayangi taman ini. Ia akan sangat senang jika kau bisa merawat kebun ini untuknya." Elena ragu-ragu.
"Jangan biarkan kenangan akan ibumu hilang begitu saja," kata Pep lagi. "Memang akan sedih bila teringat pada ibumu. Tapi kenanglah hari-hari bahagia bersamanya. Tidak semua anak memiliki ibu sebaik ibumu. Kenangannyalah yang harus kamu jaga baik-baik. Jangan biarkan hatimu bersedih, Elena."
Baca Juga: Rangkuman Sumpah Pemuda: Tokoh Penting dan Sejarah Sumpah Pemuda, Belajar dari Rumah SD Kelas 4-6
Mata Elena berkaca-kaca. Ia tersenyum lebar dan berkata pada Pep, "Kamu benar Pep. Aku tahu Ibu tidak akan suka melihat Ayah dan aku terus bersedih untuknya.
Terima kasih telah mengingatkan aku. Aku akan bicara pada Ayah. Dan akan kukatakan kalau aku ingin membuat taman ini indah kembali. Aku akan meminta bantuan pembantu-pembantuku. Aku belum begitu mengerti soal berkebun. Aku juga butuh bantuanmu, Pep."
Pep tersenyum lebar. "Tentu saja aku akan membantumu menjaga taman ini. Karena di sinilah rumahku sekarang. Terima kasih telah mengizinkan aku dan keluargaku tetap tinggal di sini."
"Bagaimana jika orang lain melihatmu?" Tanya Elena khawatir.
"Tenang saja. Kami sangat ahli bersembunyi. Tidak akan ada orang yang bisa melihat kami."
"Apakah kita bisa bertemu lagi?"
"Entahlah, Elena, tapi aku senang bisa mengenalmu. Aku harus pergi untuk memberitahu kabar gembira ini kepada keluargaku. Sampai jumpa!" kata Pep. Kemudian ia meloncat turun dari kelopak bunga dan berlari pergi. Elena lalu bangkit. Ia bertekad akan bicara pada ayahnya yang sebentar lagi pulang.
Dua bulan setelah itu, taman bunga Elena sudah kembali indah. Bunga-bunga beraneka warna bermekaran dan sangat harum. Elena tidak pernah lagi bertemu dengan Pep atau kurcaci lain. Tapi Elena selalu yakin bahwa ada kurcaci yang tinggal di taman bunganya.
Cerita oleh: Lingliana
#MendongenguntukCerdas
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan pengetahuan seru, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik di https://www.gridstore.id
Atau teman-teman bisa baca versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di ebooks.gramedia.com
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR