Bobo.id - Sendok dan garpu adalah alat makan yang umum digunakan di Indonesia untuk makan berbagai jenis makanan.
Mulai dari nasi, bubur, sup, es krim, hingga puding dikonsumsi dengan sendok dan garpu, atau salah satunya saja.
Selain sendok dan garpu, ada alat makan lain yang juga sering digunakan, yaitu pisau dan sumpit.
Pisau biasanya digunakan bersama garpu untuk memakan makanan seperti steak daging.
Sedangkan sumpit digunakan untuk makan mi, bihun, maupun kwetiau.
Nah, ternyata sumpit menjadi alat makan utama di beberapa negara di Asia, seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea.
Namun kalau diperhatikan, ternyata ada perbedaan dari sumpit yang digunakan oleh ketiga negara ini, lo.
Sebelum mengetahui perbedaan sumpit yang digunakan di Tiongkok, Jepang, dan Korea, simak dulu sejarah sumpit, yuk!
Sejarah Sumpit Berasal dari Tiongkok yang Menyebar ke Jepang dan Korea
Sumpit ternyata memiliki sejarah yang sudah tua, teman-teman, yaitu lebih dari 5.000 tahun yang lalu.
Sejarah sumpit awalnya berasal dari Tiongkok, yang kemudian menyebar ke Jepang dan Korea sekitar tahun 500 Masehi.
Pada awalnya, sumpit dibuat dari pohon atau bambu dan digunakan untuk mengambil makanan yang dimasak menggunakan panci yang dalam atau pada api.
Penggunaan sumpit sebagai alat makan berkembang dari bahan makanan yang dipotong menjadi potongan-potongan kecil, sehingga tidak perlu lagi menggunakan pisau untuk makan.
Perbedaan Sumpit Tiongkok, Jepang, dan Korea
Sumpit yang Digunakan di Tiongkok
Ada berbagai bahan yang bisa digunakan untuk membuat sumpit di Tiongkok, mulai dari kayu, bambu, sampai batu giok.
Penggunaan sumpit dengan berbagai bahan yang berbeda ini tergantung pada makanan yang dikonsumsi.
Sumpit yang digunakan di Tiongkok punya bentuk persegi panjang, tumpul di bagian ujungnya, dan ukurannya panjang.
Ukuran sumpit yang panjang ini disebut agar memudahkan penggunana untuk mengambil makanan yang ada di tengah meja makan.
Selain itu, bentuk ujung sumpit yang digunakan di Tiongkok juga memudahkan penggunanya untuk mengambil makanan berukuran kecil, seperti nasi atau kacang-kacangan.
Sumpit yang Digunakan di Korea
Dibandingkan dengan sumpit yang digunakan di Tiongkok, sumpit yang digunakan di Korea memiliki ukuran yang lebih pendek.
Selain ukuran, perbedaan lain antara sumpit di Korea dan Tiongkok adalah bahannya, yaitu sumpit di Korea berbahan logam.
Namun pada sekitar abad 7 Masehi, masyarakat kelas atas, seperti keluarga kerajaan menggunakan sumpit yang terbuat dari emas, perak, atau kuningan.
Sumpit di Korea memiliki ujung yang lebih runcing dan bentuknya silinder atau tabung.
Sumpit yang terbuat dari logam ini akan membuat sumpit menjadi lebih awet, terutama karena warga Korea suka memasak makanannya dengan cara dibakar.
Baca Juga: Jangan Keliru, Ini Beda Cara Menyimpan Alpukat Matang dan Alpukat Mentah di Rumah
Sumpit yang Digunakan di Jepang
Sumpit yang digunakan di Jepang memiliki ukuran yang paling pendek di antara sumpit Tiongkok dan sumpit Korea.
Sumpit di Jepang memiliki bentuk yang runcing dan membulat pada bagian ujungnya, dengan tujuan agar mudah menjangkau makanan pada kotak makan atau kotak bento.
Bentuk sumpit yang runcing dan membulat membuat sumpit di Jepang lebih mudah untuk digunakan.
Fungsi lain dari sumpit di Jepang yang berbentuk runcing adalah agar mudah mengambil duri dan tulang pada ikan, yang menjadi makanan Jepang yang sebagian besar menunya adalah ikan.
O iya, dalam kebudayaan Jepang, alat makan adalah suatu barang yang bersifat pribadi, bahkan saat sumpit masuk ke mulut saat digunakan untuk makan, ini artinya sumpit sudah melekat pada jiwa orang yang memakainya.
Yuk, lihat video ini juga!
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan pengetahuan seru, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik di www.gridstore.id
Atau teman-teman bisa baca versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di ebooks.gramedia.com
Bertemu Karakter Favorit di Doraemon Jolly Town MARGOCITY, Apa Saja Keseruannya?
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Avisena Ashari |
KOMENTAR