Bobo.id - Pandemi COVID-19 hingga saat ini masih dialami oleh seluruh negara di dunia.
Perkembangan pandemi COVID-19 diikuti dengan adanya varian delta sebagai salah satu varian baru penyakit COVID-19.
Apa itu varian delta?
Dilansir dari World Health Organization, varian Delta adalah varian yang pada penyakit COVID-19 yang lebih cepat menular dan menyebar dibandingkan dengan varian Alpha.
WHO menyampaikan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab varian delta ini dapat menyebar dengan cepat.
Baca Juga: Dari Vaksin Sinovac hingga Pfizer, Mana yang Paling Baik Melawan Virus COVID-19 Varian Delta?
Pertama, varian yang sedang diteliti dan tersebar dengan cepat termasuk varian delta.
Kedua, mobilitas dan aktivitas sosial semakin meningkat di berbagai tempat, yang juga memengaruhi kontak antara individu.
Ketiga, masyarakat mulai lengah terhadap protokol kesehatan yang sudah dianjurkan untuk pencegahan penyebaran virus.
Keempat, penyebaran dan pembagian vaksin yang belum merata.
Lalu, apakah yang dimaksud dengan Long COVID-19? Long COVID-19 adalah gejala COVID-19 yang berlangsung panjang dan lama.
Lalu, benarkah Long COVID-19 varian delta tidak memengaruhi anak-anak? Simak penjelasan berikut ini.
Dilansir dari Sky News, anak-anak dan remaja yang tidak memiliki kondisi COVID-19 sebelumnya, kemungkinannya lebih kecil untuk mengalami varian delta.
Lembaga Penelitian Anak Murdoch (MCRI) di Australia melakukan penelitian terhadap varian delta.
Hasilnya, varian delta tidak menyebabkan gejala yang lebih serius pada remaja dan anak-anak yang sehat.
Namun, remaja dengan kondisi tertentu akan berisiko mengalami gejala yang lebih parah.
Baca Juga: Apa Benar Vaksin Sputnik V Ampuh Lawan COVID-19 Varian Delta? Ini Penjelasannya
Apa saja kondisi yang dimaksud? Kondisi tersebut antara lain obesitas, penyakit ginjal kronis, penyakit kardiovaskular, dan gangguan kekebalan.
Profesor MCRI Nigel Curtis menyatakan bahwa, anak-anak yang mengalami infeksi SARS-CoV-2 biasanya tidak menunjukkan gejala.
Atau dengan kata lain, merupakan penyakit yang ringan. Namun, menurut beliau masih terlalu dini untuk menentukan efek jangka panjang dari long COVID-19.
Beliau juga mengatakan bahwa studi saat ini tidak memiliki definisi kasus yang jelas dan data terkait usia, memiliki waktu tindak lanjut yang bervariasi, dan bergantung pada gejala yang dilaporkan sendiri atau orang tua tanpa konfirmasi laboratorium.
Selain itu, masih banyaknya penelitian yang memiliki tingkat respons rendah, yang artinya mungkin para peneliti melebih-lebihkan risiko long COVID-19, kata beliau.
Dr Petra Simmermann dari MCRI dan Universitas Fribourg juga menambahkan bahwa sulit untuk menghitung risiko COVID-19 di antara anak-anak dan remaja secara akurat.
Baca Juga: Lakukan Vaksinasi COVID-19 di Luar Negeri? Ini Cara Verifikasi Data di PeduliLindungi
Hal ini disebabkan karena anak-anak tidak bertemu di sekolah, tempat olahraga, dan tempat melakukan hobi karena adanya pembatasan jarak sosial.
Gejala yang dilaporkan hingga 12 minggu setelah infeksi yang tercatat pada remaja adalah sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, kesulitan konsentrasi, dan sakit perut.
Tinjauan ini diterbitkan melalui Pediatric Infectious Disease Journal, dengan melibatkan 19.426 anak-anak dan remaja dengan gejala terus-menerus.
(Penulis: Mela Arnani)
Tonton video ini juga, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | WHO,Sky News,KOMPAS.com |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR