Bobo.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali keputusan pelaksanaan pembelajaran tatap muka 100 persen.
KPAI meminta agar Pemerintah Republik Indonesia bisa meninjau dampak yang akan timbul jika Pembelajaran Tatap Muka (PTM) diadakan pada tahun ini.
Kekhawatiran KPAI berkaitan dengan perkembangan kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia yang semakin bertambah.
Sebelumnya, diketahui bahwa kasus pertama infeksi Omicron terjadi pada 16 Desember 2021 lalu.
Peninjauan Ulang PTM Demi Keselamatan Para Siswa
"KPAI mendorong Kemendikbud Ristek, Kementerian Agama dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan kembali menggelar PTM 100 persen.
"PTM 100 persen ini berarti seluruh siswa wajib masuk sekolah selama lima hari seminggu dengan enam jam pelajaran per hari," ujar Ketua KPAI Retno Listyarti dalam siaran pers pada Rabu, 5 Januari 2022.
Menurut Retno, sebaiknya pelaksanaan PTM 100 persen menunggu kasus infeksi turun setelah sempat naik setelah liburan Natal dan tahun baru.
Sebab hal ini jauh lebih baik bagi keselamatan para siswa dari ancaman infeksi.
Baca Juga: Pelaksanaan Vaksinasi Booster Dimulai 12 Januari 2022, Apa Saja Ketentuannya?
Laporan Kasus Baru Varian Omicron
Laporan Dinas Kesehatan pada Selasa, 4 Januari 2022 mengatakan bahwa terjadi penambahan 92 kasus baru COVID-19 varian Omicron di Indonesia.
Secara keseluruhan, total kasus COVID-19 akibat penularan Omicron di Indonesia menjadi 254 kasus.
Bu Retno sebagai Ketua KPAI menyatakan, tingginya kasus infeksi akibat varian Omicron ini harus dipertimbangkan oleh Pemerintah.
KPAI mendorong agar pemerintah menunda penerapan PTM bagi anak TK dan SD sebelum mereka mendapatkan vaksinasi lengkap 2 dosis.
"Vaksinasi lengkap dua dosis anak TK dan SD ini untuk menjamin pemenuhan hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak Indonesia saat PTM dilaksanakan," jelas Bu Retno.
Untuk itu, ia pun mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasi anak usia 6-11 tahun di seluruh Indonesia, minimal mencapai target 70 persen.
"Mengingat, vaksinasi anak usia 12-17 tahun saja yang sudah mulai Juli 2021 belum mencapai 70 persen, apalagi vaksinasi usia 6-11 tahun.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu kerja keras melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasinya," kata Bu Retno.
Baca Juga: Korban Varian Omicron Bertambah, Menteri Luhut Beri Imbauan Ini untuk Tekan Penyebaran Virus
Vaksin Dosis Ketiga Diperlukan?
Untuk mencegah infeksi varian Omicron di Indonesia, Pemerintah akan melaksanakan vaksinasi dosis ketiga.
Vaksinasi berfungsi membuat antibodi penawar dapat menghalangi virus corona menginfeksi tubuh.
Namun, beberapa penelitian menyebutkan antibodi bisa berkurang seiring berjalannya waktu sehingga vaksin dosis lanjutan diperlukan.
Vaksin dosis ketiga bisa meningkatkan kadar antibodi lebih baik dibandingkan hanya dengan dua dosis vaksin.
Vaksin dosis ketiga juga menunjukkan adanya respon kekebalan tubuh yang lebih baik dan lebih kuat setelah dosis ketiga.
Mengenai pembelajaran tatap muka di sekolah, sepertinya pemerintah akan mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.
Kemungkinannya, pelajaran tatap muka akan ditunda hingga kasus infeksi menurun dan vaksin dosis ketiga sudah banyak dilakukan.
Teman-teman juga tidak boleh lengah, ya. Teman-teman harus selalu menjaga kesehatan dan menaati protokol kesehatan dengan baik.
Baca Juga: Siap-Siap, Presiden Umumkan Vaksinasi Dosis Ketiga 'Booster' Akan Dilakukan Mulai 12 Januari 2022
Tonton video ini juga, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Manchester City vs Chelsea, Duel Gengsi Manchester Biru dan London Biru Demi Top 4
Source | : | KOMPAS.com |
Penulis | : | Niken Bestari |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR