Bobo.id - Siapa, sih, manusia yang menemukan api pertama kali? Pernahkah teman-teman bertanya demikian?
Kita menggunakan api untuk kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk memasak dan mendinginkan badan.
Menurut ilmu pengetahuan, api adalah oksidasi cepat suatu bahan dalam proses kimia eksotermik dari pembakaran, yang mengakibatkan pelepasan energi panas, cahaya, dan berbagai produk reaksi.
Nah, karena energi bersifat kekal yang tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan, maka api tidak bisa dibuat atau disusun, ya.
Api hanya bisa dimunculkan dengan memantik api yang memicu reaksi pelepasan energi panas, cahaya, dan produk lainnya sehingga menjadi zat berwarna merah kekuningan menyala yang panas.
Bikin penasaran, nih, lalu siapa menusia yang menemukan api pertama kali di dunia, ya?
Manusia yang Menemukan Api Pertama Kali
Tahukah teman-teman, manusia purba zaman dulu bertahan hidup dengan cara berburu dan meramu.
Makanan yang didapatkan pun tidak diolah atau dimasak, karena mereka belum mengenal api.
Lantas, kapan dan bagaimana manusia purba mulai mengenal api?
Berdasarkan data arkeologi, manusia pertama kali mengenal api pada 400.000 tahun lalu.
Baca Juga: Mengenal Ular Titanoboa, Spesies Ular Purba Terbesar yang Pernah Ada di Bumi
Api ditemukan pada masa Paleolitikum, yang ditandai dengan dominasi manusia purba spesies Homo erectus atau dijuluki manusia purba berjalan tegak dengan dua kaki.
Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah pada periode tersebut manusia purba membuat api atau mengambilnya dari sumber alam.
Mulanya, api dikenal dengan melihat gejala alam seperti kilat dan gunung meletus.
Suatu waktu, ketika manusia purba sedang membuat alat dari batu, gesekan antara batu satu dengan yang lain ternyata menimbulkan percikan api.
Kemudian, dua batu yang akan digesekkan ditempatkan di atas rumput kering.
Percikan dari gesekan batu yang kemudian membakar rumput itulah yang menghasilkan api.
Jadi, dipastikan manusia pertama yang mengenal apa adalah Homo erectus.
Kita sebagai manusia modern, memiliki nama ilmiah Homo sapiens, jadi Homo erectus adalah 'saudara sepupu' kita yang lebih primitif, teman-teman.
Homo Erectus Sudah Punah
Sayangnya, saudara sepupu kita yang lebih tua dari jalur evolusi itu sudah punah jauh sebelum manusia modern mendominasi Bumi.
Dari data para arkeolog, manusia purba yang punah itu menggunakan alat batu untuk memantikpercikan api sejak 50.000 tahun lalu.
Baca Juga: Termasuk Hewan Purba, Ini 4 Jenis Ubur-Ubur yang Miliki Serangan Berbahaya
Para peneliti menduga, alat batu yang digunakan berupa kapak tangan yang memiliki berbagai fungsi.
Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan menggosok benda terhadap benda lain.
Misalnya sepotong kayu yang digosokkan pada kayu lainnya akan menghasilkan panas karena gesekan kemudian memunculkan api.
Situs Penemuan Api Tertua
Ada empat situs purba tertua yang diyakini sebagai tempat penemuan api tertua di dunia adalah Terra Amata di Nice (Perancis), Vertesszollos (Hongaria), Torre di Pietra (Italia), dan Zhoukoudian (Tiongkok).
Di Terra Amata, ada perapian yang ditemukan di tengah gubuk pada cekungan yang digali di dalam tanah.
Sekeliling perapian tersebut dibuat dinding dari batu untuk melindungi api dari hembusan angin.
Di Vertesszollos, ditemukan perapian pada situs hunian dengan dicirikan oleh lapisan pembakaran.
Sedangkan di Gua Zhoukoudian, perapian ditemukan bersamaan dengan tulang-tulang yang telah terbakar.
Mungkin, manusia purba mengungsi di dalam gua dan membuat api untuk memanaskan tubuh selama musim dingin.
Pengaruh penemuan api sangat berpengaruh pada peradaban manusia, ya. Sejak ditemukan hingga sekarang, api memiliki banyak manfaat yang berguna bagi kehidupan.
Baca Juga: Sudah Ada Sejak Ratusan Juta Tahun yang Lalu, Ini 7 Hewan Purba yang Masih Hidup Sampai Sekarang
----
Kuis! |
Api ditemukan pada masa... |
Petunjuk: Cek halaman 2! |
Tonton video ini juga, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | National Geographic,Kompas,Britannica Kids |
Penulis | : | Niken Bestari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR