“Tulisannya begitu,” tukas Rudi, “lihat, nih,” katanya sambil menunjukkan kertas itu.
“Apakah ini juga sebuah kode?” tanya Amir.
“Bagaimana kalau kita ikuti saja? Ayo kita sarapan dulu,” celetuk Bayu yang segera disambut dengan anggukan antusias Runi.
Runi pun memimpin rombongan kecil itu ke ruang makan. Aroma roti bakar yang menggiurkan membuat langkah Runi bertambah cepat. Keempat anak itu segera disambut dengan tumpukan roti bakar di meja makan. Mereka segera berebutan ingin memakannya.
“Kalian belum mandi, kok, sudah mau sarapan? Ayo sana mandi dulu,” tegur Bu Dini ketika melihat keempat anak itu.
“Tidak apa-apa untuk hari ini. Yang penting kalau mau masuk lewat pintu harus ketuk dulu,” kata Datuk yang sudah lebih dulu berada di ruangan itu.
Keempat anak itu saling berpandangan. Mereka teringat sesaat sebelumnya mereka mau membuka Kamar 1 tanpa mengetuk.
“Baiklah. Untuk kali ini tidak apa-apa. Ayo ambil roti bakarnya, nanti keburu dingin,” ujar Bu Dini.
Runi, Rudi, Bayu, dan Amir segera mengambil roti bakar yang berwarna keemasan. Hanya ada setangkup roti yang gosong. Roti gosong itu hampir semuanya berwarna hitam. Tentu saja tidak ada anak yang mau mengambil roti itu.
“Don’t judge a book by its cover, artinya jangan mengira roti gosong tidak ada artinya,” kata Datuk lagi.
Sementara Runi asyik mengunyah makanannya, ketiga anak laki-laki itu saling berpandangan. Peribahasa berbahasa Inggris itu artinya bukan itu walaupun agak mirip.
Baca Juga: Cerpen Anak: Nyanyian Subuh #MendongenguntukCerdas
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR